~ Angkringan Digital

Jumat, 13 Juli 2012

FUNGSI PELAKSANAAN : KEPEMIMPINAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pengantar Manajemen
Yang di Bimbing Oleh Fitriyah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Semester II








Di susun oleh:
Lu’Lu’ il Maknun  (11510117)
Herman Praseyto Utomo (11510118)
Mudita Yulia Pranata (11510123)
Aprian Nur Iman (11510136)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


Kata Pengantar
            Puji dan syukur sepatutnya disampaikan ke hadirat Illahi Robbi, karena berkat rahmat dan karunia-Nya tim penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah ini berjudul “Fungsi Pelaksanaan : Kepemimpinan”. Makalah ini memahami pengertan apa itu leadership, kepemimpinan.
Oleh karena itu kami sekaligus tim penulis makalah ini bermaksud menyajikan makalah ini agar semua orang bias memahami apa itu kepemimpinan.
Makalah ini masih banyak kekurangan, begitu juga tim penulis juga menyadari masalah ini.oleh sebab itu kritik dan saran yang dapat membantu perkenbangan makalah ini untuk kedepannya akan kami terima dengan hati yang lapang.
Tim penulis berharap agar makalah ini bermanfaat dan dapat membantu pembaca dalam memperluas wawasan tentang kepemimpinan. Amin.















PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam banyak hal kepemimpinan merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dari sudut pandang seorang manajer, mencoba memotivasi karyawan serupa dengan upaya untuk mempengaruhi perilaku mereka. Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan dan menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik dan sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
1.2  Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tersebut antara lain :
a.       Apa pengertian kepemimpinan?
b.      Apa perbedaan kepemimpinan dengan manajemen dan kekuasaan?
c.       Apa yang dimaksud dengan pendekatan kontingensi mengenai kepemimpinan?

1.3  Tujuan Masalah

a.       Memahami perbedaan kepemimpinan dengan kekuasaan.
b.      Memahami perbedaan manajemen dengan kepemimpinan.
c.       Memahami berbagai macam pendekatan kontingensi mengenai kepemimpinan.
BAB I
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses memengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefenisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1955), kepemimpinan adalah the proccss of directing and influencing the task-related activities of group members. Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemipinan menjadi 2 konsep, yaitu:
a.       Sebagai proses, yaitu kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pengawal, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi.
b.      Sebagai atribut, yaitu kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.

Kepemimpinan dan Manajemen
           
Kegiatan
Manajemen
Kepemimpinan
Penyusunan Rencana
Perencanaan dan penganggaran
Penentuan rencana spesifik dari kegiatan untuk pencapaian tujuan serta mengalokasikan segala sumber daya yang dibutuhkan.

Penentuan Arah Kegiatan
Menyusun visi atau tujuan jangka panjang yang akan diraih organisasi serta strategi perubahan yang harus dilakukan.
Membangun relasi antaramanusia atau kelompok kerja untuk merealisasikan rencana
Pengorganisasian dan Penempatan SDM
Menyusun struktur organisasi, prosedur kerja, tanggung jawab dari setiap bagian organisasi, serta metode impementasi.
Mengkomunikasikan visi Kepada orang-orang serta membangun kerja dengan orang-orang yang siap mewujudkan visi secara bersama.
Implementasi rencana
Pengawasan dan Pemecahan Masalah
Pada tahap implementasi, tugas manjemen adalah melakukan pengawasan dan pengendalian atas berbagai kendala yang mungkin ditemui.
Memotivasi dan Memberikan Inspirasi
Peran yang dilakukan pada saat implementasi adalah memotivasi orang-orang yang telah sepakat bekerja untuk melakukan implementasi apa yang telah dibangun sebagai upaya pencapaian visi.
Hasil yang diperoleh
Sesuatu yang telah ditargetkan dan telah diperkirakan sebelumnya.
Suatu perubahan yang akan mendukung pencapaian visi.

Pada dasarnya kepemimpinan melibatkan empat aspek, yaitu pengikut (followers), perbedaan kekuasaan (distribution of powers) antara pemimpin dan pengikut, penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi (power to influence), dan nilai yang dibangun (leadership value).
PENGIKUT. Pengikut adalah orang-orang yang mengikuti para pemimpin , atau orang-orang yang diberi perintah atau dipengaruhi oleh pemimpin untuk melakukan sesuatu. Para pengikut ini dapat sebagai pegawai, pekerja, ataupun bawahan.
PERBEDAAN KEKUASAAN. Adanya perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, antar pemimpin dan pengikut, atau antara atasan dan bawahan berimplikasi pula adanya perbedaan kekuasaan di antara keduanya.
PENGGUNAAN KEKUASAAN UNTUK MEMPENGARUHI. Adanya perbedaan kekuasaan melahirkan konsekuensi logis bahwa pemimpin memiliki kekuasaan lebih untuk dapat mempengaruhi para pengikut atau pegawainya.
NILAI YANG DIBANGUN. Pemimpin juga perlu memahami bahwa dirinya bukan sekedar berkuasa, akan tetapi perlu mendorong terwujudnya suatu nilai positif yang dapat memberikan perubahan positif kepada semua anggota organisasi. Disini faktor etika, moralitas, dan keteladanan atau figure seorang pemimpin kemudian diperlukan.

Kepemimpinan dan Kekuasaan
Untuk memahami kepemimpinan secara penuh, perlu memahami tentang kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan unruk mempengaruhi perilaku orang lain. Seseorang bisa memiliki kekuasaan meski tidak menggunakannya secara actual. Dalam ruang lingkup organisasi,biasanya terdapat lima jenis kekuasaan: kekuasaan sah, kekuasaan balas jasa,kekuasaan paksaan, kekuasaan referen, dan kekuasaan ahli.
 Kekuasaan Sah (legitimate power), adalah kekuasaaan yang diperoleh melalui hierarki organisasi. Kekuasaan sah adalah kekuasaan yang diberikan individu yang memegang jabatan tertentu seperti yang didefinisikan oleh organisasi. Seorang manjer bisa mendelegasikan tugas kepada bawahan, dan bawahan yang menolak untuk melakukannya bisa ditegur atau bahkan dipecat. Namun memiliki kekuasaan sah tidak dengan sendirinya membuat seseorang menjadi pemimpin sejumlah bawahan hanya mengikuti perintah yang berada dalam batasan-batasan aturan dan kebijakan organisasi.
Kekuasaan Balas Jasa (reward power), adalh kekuasaan untuk memberikan atau menunda balas jasa. Balas jasa yang bisa dikendalikan seorang manajer meliputi peningkatan gaji, bonus, rekomendasi promosi, pujian, pengakuan, dan penugasan kerja yang menarik. Secara umum, semakin besar jumlah balas jasa yang dikendalikan seorang manajer dan semakin penting balas jasa tersebut bagi bawahan,semakin besar kekuasan balas jasa sang manajer.
Kekuasaan Paksaan (coercive power), adalah keuasaan untuk memaksakan kepatuhan dengan memakai ancaman psikologis, emosional, atau fisik. Pada sisi lain, semakin sering seorang manajer menggunakan kekuasaan paksaan, semakin besar kemungkinan munculnya kebencian dan permusuhan, serta semakin kecil kemungkinan dia akan dilihat sebagai pemimpin.
Kekuasaan Referen (referen power), disbanding dengan kekuasaan sah, kekuasaan balas jasa, dan kekuasaan paksaan, yang relative konkret dan berlandaskan segi-segi  objektif dari kehidupan organisasi. Kekuasaan referen adalah kekuasaan abstrak, kekuasaan ini dilandaskan pada persamaan, peniruan, kesetiaan, atau karisma. Para pengikut mungkin menyukai dan memandang seseorang sebagai pemimpin, karena orang ini terlihat seperti ,mereka dari segi kepribadian, latar belakang, atau sikap.
Kekuasaan Ahli (expert power), diperoleh dari informasi atau keahlian. Kekuasaan ahli adalah kekuasaan pribadi yang didapatkan seseorang berbasis informasi atau keahlian yang dimilikinya. Secara umum, individu-individu yang merupakan manajer sekaligus pemimpin cenderung memiliki kekuasaaan ahli yang tinggi.
B.     BEBERAPA PENDEKATAN MENGENAI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan itu suatu kemampuan yang dapat dipelajari atau sudah sedia ada? Pertanyaan ini mencoba membawa kita kepada sebuah uraian mengenai beberapa pendekatan mengenai kepemimpinan.di antara pendekatan yang telah dikenal adalah pendekatan personal (personal traits of leadership), pendekatan perilaku (behavioral approach), serta pendekatan kontingensi (contingency approach).


a)      Pendekatan Personal Mengenai Kepemimpinan
Pendekatan personal mengenai kepemimpinan berangkat dari sebuah pertanyaan sederhana: Siapakah pemimpin itu? Apakah menjadi pemimpin itu dilahirkan atau dapat dipelajari? Apakah yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin atau karakteristik figure dari seorang pemimpin.
Untuk memahami lebih jauh mengenai esensi dari pendekatan ini, maka pembahasan akan terbagi menjadi dua, yaitu pembahasan mengenai pemimpin dan bukan pemimpin serta memimpin efektif dan pemimpin yang tidak efektif.

PEMIMPIN DAN BUKAN PEMIMPIN. Berbagai pandangan dapat kita temukan ketika barangkali  kita pernah mendengar bahwa pemimpn itu harus cerdas, pintar, bersifat terbuka, memiliki kepercayaan diri dan lebih tinggi misalnya. Akan tetapi, pada kenyataannya kita dapat bertanya, seperti apa orang yang cerdas dan pontar. Apakah seorang yang harus memiliki title professor atau doctor? Lalu mengapa banyak presiden yang tidak memiliki titel tersebut? Apabila bersifat terbuka adalah prasyarat seorang pemimpin, mengapa Abraham Lincoln dapat menjadi seorang presiden padahal dirinya cenderung bersifat tertutup ? dan seterusnya. Pandangan bahwa pemimpin harus cerdas, tinggi, bersifat terbuka, pada kenyataannya masih menimbulkan pro dan kontra terlebih pada kenyataanya bahwa bahwa banyak pemimpinyang tidak memiliki criteria tersebut, namun dia diakui sebagai pemimpn oleh masyarakatnya.

PEMIMPIN EFEKTIF DAN PEMIMPN TIDAK EFEKTIF. Pendekatan ini mencoba melihat bahwa karakteristik pemimpin bukan sekadar dilihat dari sisi fisik saj, tetapi juga dari kemampuannya untuk mencapai tujuan dari sebuah organisasi. Mereka yang mampu membawa anggotanya untuk bersama-sama mencapai tujuan, dikatakan sebagai pemimpin yang efektif. Adapun sebaliknya, mereka yang tidak mampu mempengaruhi anggotanya untuk bersama-sama mencapai tujuan dikatakan sebagai pemimpin yang tidak efektif.

b)      Pendekatan Perilaku Mengenai Kepemimpinan
Ketika kita menyadari bahwa dari sisi personal atau karakteristik individu, perbedaan pemimpin dan  bukan pemimpin agak sulit untuk dibedakan, maka pendekatanlain yang bisa digunakan adalah pendekatan perilaku mengenai kepemipinan. Pada dasarnya pendekatan ini mencoba lebih memfokuskan kepada perilaku dan tindakan apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin atau pemimpin yang efektif.
Pendekatan perilaku lebih memfokuskan kepada beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemimpin, seperti bagaimana mereka melakukan delegasi, bagiamana mereka berkomunikasi dengan orang-orang, serta bagaimana mereka memotivasi para pegawai, dan seterusnya. Para teoritisi yang melakukan pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan pada dasarnya memfokuskan pada dua aspek dari perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan (leadership functions) dan gaya kepemimpinan (leadership styles).

C.     FUNGSI-FUNGSI KEPEMIMPINAN

Terdapat dua fungsi yang terkait dengan kepemimpinan, yaitu:
1.      Fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task-related functions), memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam menjalankan berbagai pekerjaan atau tugas yang telah direncanakan dalam suatu organisasi.
2.      Fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group-maintenance functions), memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam upaya untuk senantiasa memelihara kesatuan di antara sesame pekerja, pengertian dengan dan sesama mereka

D.    GAYA KEPEMIMPINAN

Terdapat dua gaya kepemimpinan yang dapat diidentifikasi. Kedua gaya kepemimpinan tersebut adalah :

a.       Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan cenderung untuk  memberikan fokus pada pekerjaan dan prosedur yang harus dilakukan dalam pekerjaan
b.      Kepemimpinan yang berorientasi kepada pegawai  atau orang-orang, gaya  kepemimpinan yang berorientasi kepada orang-orang cenderung untuk memberikan perhatian pada pemeliharaan tim dan memastikan bahwa seluruh orang-orang mendapatkan kepuasan dalam setiap pekerjaannya.

Setiap pemimpin memiliki kecenderungan yang berbeda-beda dalam gaya kepemimpinan ini. Ada yang cenderung pada penyelesaian pekerjaan, namun juga ada yang lebih kepada membangun relasi sosial. Pemimpin dalam organisasi-organisasi  bisnis umumnya lebih memfokuskan pada fungsi yang terkait pada pekerjaan, manakala pemimpin di organisasi-organisasi kemahasiswaan atau organisasi nonprofit umumnya lebih memfokuskan pada fungsi ysng terkait dengan relasi sosial.
Gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu dari segi belakang, pengetahuan, nilai,  dan pengalaman dari pemimpin tersebut. Pemimpin menilai bahwa kepentingan organisasi harus lebih didahulukan dari kepentingan individu akan memiliki kecenderungan untuk memiliki gaya kepemimpinan berorientasi pada pekerjaan. Demikian pula sebaliknya, pemimpin yang dibesarkan dalam lingkungan yang menghargai perbedaan dan relasi antar manusia akan memiliki kecenderungan untuk bergaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang-orang.
Salah satu kerangka kesatuan sederhana yang bermula dari otokrasi sepenuhnya pada satu ujung yang lain. Rangkaian kesatuan ini akan dibagi-bagi sebagai berikut:

1)      Otokrasi yang bersifat memaksa, disini pimpinan member perintah dan bila perlu mengancam.
2)      Otokrasi yang penuh kebaikan, dimana pimpinan memberiperintah dan menjelaskan, member dorongan yang positif jika dilakukan perilaku yang diinginkan.
3)      Otokrasi yang manipulatif, dimana pimpinan “mengemudikan” para bawahan ke dalam pemikiran mereka bahwa mereka itu sangat berpartisipasi pada saat pemimpin “menarik tali di balik layar” – hasilnya seorang otokrat yang canggih.
4)      Kepemimpinan konsultif, dimana para karyawan merasa dan percaya bahwa masukan-masukan mereka benar-benar diinginkan dan dapat mempunyai dampak atas keputusan yang bersangkutan.
5)      Pendekatan laisssez-faire, dimana pimpinan ingin bergabung dengan kelompok tersebut sebagai sesame peserta dan melakukan apa yang ingin dilakukan oleh kelompok itu, jelas dalam gaya ini para atasan organisasi masih menganggap pimpinan itu bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang dihasilkan, dengan demikian tidak semua tingkatan manajemen bisa mempraktekkan demokrasi industri ini.

E.     PENELITIAN EMPIRIS MENGENAI GAYA KEPEMIMPINAN

Terdapat dua hasil penelitian yang menjelaskan secara empiris mengenai kedua gaya kepemimpinan. Penelitian pertama dilakukan oleh universitas Michigan, dan penelitian kedua dilakukan oleh universitas Ohio, kedua-duanya merupakan universitas terkemuka di Amerika Serikat. Penelitian di universitas Michigan dilakukan oleh Rinces Likert pada akhir tahun 1940 denga melakukan wawancara terhadap kelompok manager dan pegawai. Hasil penelitiannya cukup menarik, dimana sekalipun manager memiliki kecenderungan untuk memiliki gaya kepemimpinan diantara dua gaya kepemimpinan yang ada, namun Likert menyimpulkan bahwa pendekatan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang-orang lebih efektif daripada berorientasi kepada tugas atau pekerjaan. Hasil penelitian ini dikonfirmasi dengan hasil yang diperoleh pada penelitian kedua yang dilakukan oleh universitas Ohio. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebanyakan pekerja dikelompok yang berorientasi pekerjaan menginginkan pemimpin atau manager yang memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi sosial atau orang- orang dari pada berorientasi pada pekerjaan.




F.      PENDEKATAN KONTINGENSI MENGENAI KEPEMIMPINAN

Pendekatan kepemimpinan yang mempertimbangkan situasi yang dihadapi inilah yang dinamakan sebagai pendekatan kontingensi dalam kepemimpinan, dimana secara sederhana pendekatan kontingensi memandang bahwa gaya manajemen atau gaya kepemimpinan yang akan memberikan kontribusi positif bagi organisasi sangat beragam dan sangat ditentukan oleh keragaman situasi dan keadaan yang dihadapi oleh organisasi tersebut dari waktu ke waktu.
Terdapat berbagai model mengenai pendekatan kontingensi ini yaitu, diantaranya:
a.       Model Kepemimpinan Situasional, Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard membuat suatu model yang dinamakan sebagai model kepemimpinan situasional. Model ini menjelaskan bahwa para manajer perlu menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka sebagai respons berbagai karakter dari orang-orang yang menjadi bawahannya seperti harapan pekerja, pengalaman, keahlian, dan kesanggupan dalam menerima tanggung jawab.

High Relationship
And
Low Task
High Task
And
High Relationship

Low Relationship
And
Low Task
Low Relationship
And High Task
HIGH


HIGH
LOW
LOW
RELATIONSHIP BEHAVIOR

 

TASK BEHAVIOR
   

Gambar. Model Kepemimpinan Situasional

                  Pada  kuadran pertama ( high task and low relationship) dimana situasi yang dihadapi adalah adanya tuntutan terhadap pekerjaan yang tinggi dan rendah terhadap orang-prang atau relasi, maka pemimpin yang berorientasi   pada pekerjaan yang tinggi lebih dibutuhkan, kadangkala kecenderungan untuk sedikit otoriter, karena pada situasi seperti ini pekerjaan lebih penting untuk dikerjakan daripada membangun relasi dengan orang-orang. Pemimpin kemudian harus memberikan panduan yang jelas kepada orang-orang agar pekerjaan segera dapat dilakukan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pad orang-orang, laizzes faire management, dan manajemen berpartisipatif kurang efektif untuk digunakan pada situasi pertama ini.
      Pada kuadran kedua high task and high relationship dimana kondisi yang dihadapi memerlukan perhatian yang tinggi terhadap pekerjan, sekaligus orang-orang, gaya kepemimpinan demokratis  dan berorientasi pada kemajuan dan perubahan sangat diperlukan. Selain pekerjaan dapat diselesaikan, pemimpin dalam situasi ini berhadapan dengan tim pekerja yang baiksehingga mereka tidak perlu lagi diarahkan secara ekstra untuk bekerja.
Pada kuadran ketiga high relationship and low task pekerja memiliki karakteristik tim kerja yang baik dan mereka termotivasi dengan baik untuk berada dalam organisasi, akan tetapi belum banyak diarahkan pada pekerjaan yang memberikan tantangan kepada mereka, sehinga orientasi pada pekerjaannya masih rendahpada kuadran keempat low relationship and low task dimana orientasi pada pekerjaan dan orang-orang rendah, manajemen perlu bekerja keras untuk memotivasi para pekerja sekaligus memberikan panduan mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan.

b.      Model LPC,yang diperkenalkan oleh Fred fiedler, model ini menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan beragam dan tergantung kepada kecenderunga situasi yang terjadi. LPC singkatan dari Least Preferred Cowoker, dimana pemimpin atau manajer perlu mengidentifikasi gaya kepemimpinan manakah yang paling cocok unruk diimplementasikan yang disesuaikan dengan kondisi minimum pekerja yang dihadapinya.

Sangat membantu
8
7
6
5
4
3
2
1
Tidak peduli
Emosional
1
2
3
4
5
6
7
8
Tenang
Membosankan
1
2
3
4
5
6
6
8
menarik

                  Gambar. Beberapa Evaluasi Sikap dari Angket LPC

      Manajer memberi penilaian dari skor satu hinga delapan untuk setiap karakteristik, pegawai yang sanggup dihadapinya. Jika misalnya untuk karakteristik antara emosional dan tenang manajer melingkari angka 1, artinya manjer sanggup menghadapi orang-orang yang memiliki tingkat emosional yang tinggi, sedangkan jikam yang dilingkarinya angka 7 maka manajer cenderung tidak sanggup menghadapi tingkat orang-orang yang tingkat emosionalnya tinggi dan cenderung hanya bisa berinteraksi dengan orang-orang yang sikapnya tenang. Demikian pula untuk butir-butir sikap lainnya.




Faktor kontingensi
Situasi yang dihadapi
Relasi pimpinan-bawahan
Baik
Buruk
Struktur pekerjaan/tugas
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Peran/posisi pekerjaan
kuat
Lemah
Kuat
lemah
kuat
lemah
kuat
lemah










Kecenderungan situasi
Perilaku pemimpi yang ideal
Kondusif
Cukup kondusif
Tidak kondusif
Orientasi pekerjaan
Orientasi pada relasi sosial/orang-orang
Orientasi pekerjaan


Gambar. Model Kepemimpinan LPC dari Fiedler

c.       Model Jalan Tujuan, model ini diperkenalkan oleh Martin G. Evans dan Robert J. House. Pendekatan Evans dan House berangkat dari asumsi dasr mengenai teori pengharapan. Berdasarkan asumsi ini, Evans dan House berpendapat bahwa sekalipun gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan situasi yang dihadapi, apakah kecenderungan pekerja untuk berorientasi pada pekerjaan atau relasi sosial, akan tetapi faktor terpenting perlu diperhatikan justru bahwa pemimpin harus mampu menyediakan dan menjelaskan penghargaan apa yang akan diterima oleh para pekerja sekiranya mereka mengikuti apa yang diperintahkan atau diarahkan oleh pemimpin atau manajer.
Dalam hal perilaku pemimpin, paling tidak ada 4 tipe pemimpin berdasarkan jalan modal tujuan ini yaitu:
1.      Pemimpin direktif, yaitu pemimpin yang cenderung untuk menentukan langsung apa yang harus dilakukan oleh bawahan dan apa yang diharapkan oleh pemimpin.
2.      Pemimpin sportif, yaitu pemimpin yang cenderung bersahabat dan mudah diajak dialog oleh siapapun, memeberikan perhatian penuh pada kesejahteraan bawahan, serta memperlakukan anggota secara rata.
3.      Pemimpin partisipatif, yaitu pemimpin yang cenderung untuk memberikan konsultasi pada bawahan, mengakomodasi berbagai masukan, serta melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
4.      Pemimpin prestatif, yaitu pemimpin yang memiliki visi perubahan dan standar yang tinggi akan produktivitas, memberikan dorongan pada bawahan untuk berprestasi, dan memotivasi kemampuan bawahan dalam melakukan berbagai pekerjaan.
d.      Model Vroom-Yetton-Jago (VYJ), model ini diperkenalkan pada tahun 1973 oleh Victor Vroom, Philip Yetton, dan kemudian disempurnakan pada tahun 1988 oleh Vroom dan Arthur G. Jago. Model ini memfokuskan hanya pada tingkat partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan. Model ini memiliki dasar asumsi bahwa sebuah keputusan dikatakan efektif jika keputusan tersebut memiliki dua ciri, yaitu berkualitas dan diterima.


TIPE KEPUTUSAN
PENGERTIAN
AI
Manajer membuat keputusan sendiri
AII
Manajer menanyakan informasi dari bawahan, akan tetapi diambil sendiri oleh manajer. Bawahan tidak harus selalu mengetahui informasi mengenai situasi yang dihadapi.
CI
Manajer berbagi informasi dengan bawahan secara individual dan evaluasi dari mereka. Akan tetapi, manajer megambil keputusan sendiri.
CII
Manajer dari bawahan bertemu sebagai tim untuk mendiskusikan berbagai hal menyangkut situasi yang dihadapi, akan tetapi manajer yang mengambil keputusan.
GII
Manajer dan bawahan bertemu sebagai tim untuk mendiskusikan berbagai hal yang menyangkut situasi yang dihadapi dan keputusan yang ditentukan oleh tim.

Gambar. Tipe Pengambilan Keputusan dari Model VYJ

      Pada intinya, tipe kepemimpinan yang terkait dengan pengambilan keputusan dapat terbagi ke dalam dua tipe ekstrem, yaitu otoriter secara penuh (AI) atau partisipatif secara penuh (GII), atau di antara keduanya (AII, CI, dan CII).

G.    PENDEKATAN LAINNYA MENGENAI KEPEMIMPINAN
Faktor kepemimpinan tidak diragukan lagi tingkat kepentingannya dalam fungsi pengarahan dari keseluruhan fungsi-fungsi manajemen organisasi. Bagian ini akan menguraikan beberapa pndekatan lain yang secara kontemporer telah banyak diperbincangkan dan diaplikasikan tersebut, yaitu:
a)      Pendekatan substitusi untuk kepemimpinan, yaitu sebuah konsep yang mengidentifikasi situasi di mana peran kepemimpinan bersifat netral dan cenderung tidak diperlukan serta bisa dugantikan oleh karakteristik dari para bawahan, pekerjaan, organisasi.
b)      Kepemimpinan karismatik yaitu, suatu kepemimpinan yang mengasumsikan bahwa kharisma merupakan karakteristik individu yan dimiliki oleh seorang pemimpin yang dapat membedakannya dengan pemimpin yang lain, terutama dalam hgal implikasi terhadap inspirasi, penerimaan, dan dukungan para bawahan.
Griffin (2000) menjelaskan paling tidak, terdapat 3 elemen yang harus dimiliki seorang pemimpin karismatik yaitu:

·         Mampu menyusun visi bagi masa depan, mampu menetapkan harapan yang tinggi, serta mampu memberikan perilaku yang mendukung pencapaian harapan yang tinggi tersebut.
·         Mampu untuk memberikan kekuatan kepada orang lain untuk menunjukkan kinerja yang baik dan terdorong untuk berprestasi, percaya diri, dan terdorong unuk meraih kesuksesan.
·         Mampu untuk membangun relasi dengan orang lain melalui dukungan, empati, dan keyakinan dan kemampuan yang dimiliki orang lain.

c)      Kepemimpinan transformative, yaitu gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh manajer atau pemimpin dimana kemampuannya bersifat tidak umum dan diterjemahkan melalui kemampuan untuk merealisasikan misi, mendorong para anggota untuk melakukan pemebelajaran, serta mampu memberikan inspirasi kepada bawahan mengenai berbagai hal baru yang perlu diketahui dan dikerjakan.
d)     Keluasan suri tauladan Muhammad SAW, mencakup aspek hidup dan kehidupan. 8 bidang utama yang mengkaji leadership yaitu: Self Development
Atau personal leadership, bisnis dan kewirausahaan, keluarga, kepemimpinan keluarga, dakwah, social dan politik, sistem hukum, pendidikan, dan strategi militer.
Peran Manajer
Perananmenjawab pertanyaanapa yang sebenarnyadilakukan oleh seorang manajer di dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya. Istilah PERANAN kita pinjam dari panggung teater untuk mencoba menjelaskan apa saja yang bisa dimainkan oleh seorang aktor.Manajer adalah seperti aktor panggung teater, ia bisa memainkan peranannya sebagai kewajibanyang harus dimainkan.
Suatu peranan dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku yang teratur, yang ditimbulkan karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya suatu kantor yang mudah dikenal. Kepribadian seseorang barangkali juga amat memengaruhi bagaimana peranan harus dijalankan.
Peranan timbul karena seorang manajer memahami bahwa ia bekerjatidak sendirian. Dia mempunyai lingkungan, yang setiap saat ia perlukan untuk berinteraksi. Lingkungan itu luas dan beraneka macam, dan masing-masing manajer akan mempunyai lingkungan yang berlainan. Tetapi peranan yang harus dimainkan pada hakikatnya tidak ada perbedaan. Baik manajer tingkat atas, tengah maupun bawah akan mempunyai jenis perananyang sama, hanya berbeda lingkungan yang akhirnya membuat bobot peranan itu sedikit berbeda. Seorang manajer atas jika melihat lingkungan selain stafnya, maka tampak beberapa pesaing (competitors), rekanan (suppliers), pejabat pemerintah (bureaucrats) danlain-lain. Kepala subbagian akan terdiri dari beberapa kelompok pegawainya, kepala-kepala bagian lainnya, mungkin rekanan yang berada di luar struktur organisasinya,dan lain sebagainya. Manajer tingkat bawah, barangkali hanyamelihat pekerja-pekerja, tukang ketik, pesuruh kantor, tukang pembersih, dan lain sebagainya. Semuanya itu baik manajer atas, tengah, maupun bawah haruslah mengatur dan menjalankan organisasinya di dalam suatukompleksitas lingkungan.



Apa yang dijelaskan diatas dapat dilukiskan dengan gambar kerucut berikut ini:
Ada empat peranan manajemen yang harus dilaksanakan oleh manajer jika organisasi yang dipimpinnya bisa berjalan secara efektif. Empat peranan itu menurut Ichak Adizes ialah: memproduksi, melaksanakan, melakukan informasi, dan memadukan*integrating). Peranan Adzies ini tidak akan diterangkan, karena empat peranan tersebut pada umumnya telah menjadi peranan yang lazim dilakukan oleh manajer-manajer perusahaan.
Peranan manajer yang dimaksud  itu, yang akan diterangkan ialah peranan yang dikemukakan oleh Henry Mintzberg.Menurut Mintzberg ada 3 peranan utama yang dimainkan oleh setiap manajer dimanapun letak hierarkinya . Dari 3 peranan utama ini kemudian olehnya dipericimenjadi 10 peranan. Peranan-peranan itu antara lain:
1.      Peranan Hubungan Antarpribadi (Interpersonal Role)
Ada dua gambaran umum yang dihubungkan dengan peranan ini, yakni hal yang bertalian dengan status dan otoritas manajer, dan hal-hal yang bertalian dengan pengembangan hubungan antar-pribadi. Aktivitas-aktivitas yang sering digunakan dalam peranan ini antara lain kegiatan-kegiatan seremonial sehubungan dengan jabatan yang melekat pada manajer. Status menghendaki manajer harus mau menerima undangan-undangan, mendatangi upacara-upacara, danlain-lain yang bersifat seremonial. Karena manjer mempunyai jabatan yang tinggi, maka eksesnya manajer tersebut harus selalu mengadakankontak tertentupada pihak-pihak luar.Hubungan antarpribadi ini mautidak mau harus dijalankan oleh manajer sebagaisuatu peranannya.
Peranan ini oleh Mintzberg dibagi atas tiga peranan yang merupakan perincian lebih lanjut dari peranan antarpribadi ini. Tiga peranan itu dijelaskan sebagai berikut.
a)      Peranan sebagai Figurehead, yakni suatu peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di daalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Peranan ini sangat sederhana. Karena otoritas formalnya, maka manajer dianggap sebagai simbol, dan berkewajiban untuk melaksanakan serangkaian tugas-tugas. Ada sebagian tugas-tugas tersebut yang bersifat konstan setiap saat, tetapi adakalanyayang bersifat inspirasioanal. Semuanya itumelibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal. Contoh-contoh yang disebutkan diatas seperti menghadiri upacara-upacara pembukaan, peresmian,pengguntingan pita, pemukulan gong, dan lain-lainnya, dalam rangka mewakili organisasi yang dipimpinnya adalah termasuk dalam peranan figurehead ini.
b)      Peranan sebagai pemimpin (leader). Dalam peranan ini manajer bertindak sebagai pemimpin. Ia melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya di antaranya memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan. Dalam organisasi informal biasanya, pemimpin diikuti karena mempunyai kekuasaan karismatik atau kekuasaan fisik. Adapun dalam organisasi formal, pemimpin yang diangkat dari atas, seringkali tergantung akan kekuasaan yang melekat pada jabatannya tersebut.
c)      Peranan sebagai pejabat perantara (liaison manager), disini manajer melakukan peranan yang berinteraksi dengan teman sejawat, staf, dan orang lain yang berada diluar organisasinya, untuk mendapatkan informasi. Oleh karena organisasi yang dipimpin manajer itu tidak berdiri sendiri, maka manajer meletakan peranan liaison dengan cara banyak berhubungan dengan sejumlah Individu atau kelompok-kelompok tertentu yang berada di luar organisasinya. Homans menyebut peranan seperti ini sebagai hubungan pertukaran(exchange relationship). Yakni manajer memberikan sesuatu agar mendapatkan sesuatu pula.


2.      Peranan yang Berhubungan dengan Informasi (Informastional Role)

Peranan Interpersonal diatas meletakkan manajer pada posisi yang unik dalam hal mendapatkan informasi. Hubungan-hubungan ke luar membawa padanya mendapatkan informasi yang spesial dari lingkungan luarnya, dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya membuat manajer sebagai pusat informasi bagi organisasinya. Oleh karena itu sebagai kelanjutan dari peranan interpersonal di atas Mintzberg merancang peranan kedua yakni yang berhubungan dengan informasi ini. Peranan itu terdiri dari peranan-peranan sebagai berikut.
a)      Sebagai monitor, peranan ini mengidentifikasikan seorang manajer sebagai penerima dan penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya, dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. Manajer mencari informasi itu agar ia mampu  mendeteksi perubahan-perubahan, mengidentifikasikan persoalan-persoalan  dan kesempatan-kesempatan yang ada, untuk membangun pengetahuannya tentang lingkungannya, menjadi tahu kapan suatu informasi harus diberikan untuk keperluan pembuatan keputusan. Dengan demikian, manajer akan memperoleh informasi seluas mungkin dari berbagai sumber baik dari luar maupun dari dalam organisasinya.

Adapun informasi yang diterima oleh manajer ini dapat dikelompokkan atas lima kategori berikut:
v  Internal operations, yakni informasi mengenai kemajuan pelaksanakan pekerjaan di dalam organisasi, dan semua peristiwa yang ada hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut. Informasi ini bias berupa laporan-laporan standar pelaksanaan kerja, masukan-masukan dari panitia atau tim;tim yang telah dibentuk pengamatan dari kunjungan kerja, dan lain sebagainya.
v  Peristiwa-peristiwa di luar organisasi (external events), informasi jenis ini diterima oleh manajer dari luar organisasi, misalnya informasi dari langganan, hubungan-hubungan pribadi, pesaing-pesaing, asosiasi-asosiasi,dan semua informasi mengenai perubahan atau perkembangan ekonomi, politik, dan teknologi, yang semuanya itu amat bermanfaat bagi organisasi.
v  Informasi dari hasil analisis, semua analisis dan laporan mengenaiberbagai isu yang berasal dari bermacam-macam sumber sangat bermanfaat bagi manajeruntuk diketahui. Manajer barangkali tertarik kepadasalah satu subjek tertentu, dan membutuhkan informasi tentang subjek itu, maka bawahan bias menyediakannya dengan penyajian kliping surat kabar yang memuat artikel-artikel dari subjek yang dikehendaki manajer dan seringkali manajer membutuhkan laporan atau briefing tentang hal-hal yang bertalian dengan keputusan yang akan dibuat olehnya.
v  Buah pikiran dan kecenderungan, manajer memerlukan suatu sarana untuk mengembangkan suatu pengertian atas kecenderungan-kecenderungan yang tumbuh dalam masyarakat, dan mempelajari tentang ide-ide atau buah pikiran yang baru. Mengunjungi konferensi-konferensi, seminar-seminar, memperhatikan surat-surat saran dari masyarakat, membaca laporan-laporan singkat, menerima pendapat-pendapat dari bawaha, dan lain sebagainya, adalah suatu cara untuk mengetahui buah pikiran dan kecenderungan-kecenderungan.
v  Tekanan-tekanan, manajer perlu juga mengetahui informasi yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini, informasi tersebut berusaha memengaruhi kebijakan manajer. Misalnya bawahan-bawahan yang mengajukan usul-usul perbaikan, lapangan yang mencoba memengaruhi perubahan cara kerja, danserikat buruh yang berusaha mendesak memperbarui system kerja penggajian.
b)      Sebagai disseminator, peranan ini melibatkan manajer untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya. Ia melakukan penyampaian informasi dari luar ke dalam organisasinya, dan informasi yang berasal dari bawahan atau stafnya ke bawahan atau staf lainnya. Informasi yang disebarkan oleh manajer ini dapat dibedakan atas dua tipe, yakni : kenyataan, dan nilai.
c)      Sebagai juru bicara(spokesman), peranan ini dimainkan manajer untuk menyampaikan informasi ke luar lingkungan organisasinya. Bedanya dengan disseminator ialah spokesman memberikan informasinya ke luar, untuk lingkungannya, sedangkan disseminator hanya ke dalam organisasi.


3.      Peranan Pembuat Keputusan (Decisional Role)

Barangkali peranan iniadalah yang paling rumit. Peranan ini membuat manajer harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Proses pembuatan strategiini secara sederhana dinamakan sebagai suatuproses yang menjadikan keputusan-keputusan organisasi dibuat secara signifikan dan berhubungan.

Mintzberg berkesimpulan bahwa sebagian besar tugas manajer pada hakekatnya digunakan secara penuh untuk memikirkan system pembuatan strategi organisasinya. Dengan kata lain, manajer terlibat secara substansial di dalam setiap pembuatan keputusan organisasinya. Keterlibatan ini disebabkan karena:
(1).secara otoritas yang formal, manajer adalah satu-satunya yang diperbolehkan terlibat untuk memikirkan tindakan-tindakan yang penting atau yang baru dalam organisaasinya; (2).sebagain pusat informasi, manajer dapat memberikan jaminan atas keputusan yang terbaik, yang mencerminkan pengetahuan yang terbaru dan nilai-nilai organisasi;(3).keputusan-keputusan yang strategis akan lebih mudah diambil secara terpadu dengan adanya satu orang yang dapat melakukan kontrol atas semuanya.

Ada empat peranan manajer yang dikelompokkan ke dalam pembuatan keputusan berikut :
a)      Peranan sebagai enterpreanur, dalam peranan ini manajer bertindak sebagai pemrakarsadan perancang dari banyak perusahaan-perusahaan yang terkendali dalam organisasi.
b)      Peranan sebagai penghalau gangguan(disturbance handler), peranan ini membawa manajer untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya.
c)      Peranan sebagai pembagi sumber (resource allocator), membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan.
d)     Peranan sebagai Negosiatir, peranan ini meminta kepada manajeruntuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiasi.

Model-model Proses Keputusan Organisasional

-Rasionalitas Terbatas(bounded rationality)
Model dari Simon ini berpendapat bahwa para pengambil keputusan tidak dapat sepenuhnya rasional karena:
(1).mereka memiliki informasi yang tidak sempurna dan tidak lengkap tentang berbagai alternative dan konsekuensi
(2).berbagai masalah yang dihadapi sangat rumit
(3).manusia tidak mampu memproses semua informasi yang diketahuinya
(4).tidak cukup waktu untuk memproses semuainformasi yang relevan dengan sepenuhnya
(5).orang-orang, termasuk para manajer dalam perusahaan yang sama, memiliki sasaran-sasaran yang bertentangan.
-Model Bertingkat(incremental model)
Terjadi ketika para pengambil keputusan mengambil keputusan-keputusan kecil, mengambil langkah-langkah kecil, bergerak dengan hati-hati, dan bergerak secara tak teratur menuju solusi yang lebih besar

-Model Koalisional(coalitional model)
Terjadi ketika orang-orang tidak setuju dengan sasaran-sasaran atau bersaing satu sama lain untuk berbagi sumberdaya.
-Model Tong Sampah(garbage can model)
Terjadiketikaorang-orang merasatidak pasti dengan sasaran-sasaran mereka, atau tidak setuju dengan sasaran-sasarannya.
KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAMI
 Dalam konsep (manhaj) Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjamaah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs. 2 : 207).
Dalam bangunan masyarakat Islami, pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jamaah memiliki seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan mencapai titik keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala suatu jamaah dipimpin oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jamaah akan mengalami kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran (Qs. 17 : 16)
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah (kaum elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.  (Qs. 17 : 16)
Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur (Qs. 34 : 15), yaitu masyarakat Islami yang dalam sistem kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan atau imam dalam sebuah jamaah atau kelompok, sampai-sampai Rasulullah bersabda yang maksudnya:
Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya
sebagai imam (pemimpin perjalanan). 
Demikian juga jika kita lihat dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan) di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat.
Dalam perspektif Islam, ada beberapa komponen yang menjadi persyaratan terwujudnya masyarakat Islami, yaitu :
  1. Adanya wilayah teritorial yang kondusif
  2. Adanya ummat
  3. Adanya syariat atau aturan
  4. Adanya pemimpin
Pemimpin pun menjadi salah satu pilar penting dalam upaya kebangkitan ummat. Islam yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep hidup) paling teratur dan sempurna dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia, telah menunjukkan nilainya yang universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh komponen ummat (Qs. 21 : 92).
Ada empat pilar kebangkitan ummat, yang kesemuanya saling menopang dan melengkapi, yaitu :
  1. Keadilan para pemimpin (umaro)
  2. Ilmunya para ulama
  3. Kedermawanan para aghniya (orang kaya)
  4. Doanya orang-orang faqir (miskin)
Definisi Pemimpin
Ada beberapa istilah yang mengarah kepada pengertian pemimpin, diantaranya :
  1. Umaro atau ulil amri yang bermakna pemimpin negara (pemerintah)
  2. Amirul ummah yang bermakna pemimpin (amir) ummat
  3. Al-Qiyadah yang bermakna ketua atau pimpinan kelompok
  4. Al-Masauliyah yang bermakna penanggung jawab
  5. Khadimul ummah yang bermakna pelayan ummat
Dari beberapa istilah tadi, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup jamaah (kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau kelompoknya (ashobiyah).
Kriteria dalam Menentukan Pemimpin
Jika kita menyimak terhadap perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan berdasarkan petunjuk Al-Quran (Qs. 39 : 23) dan Al-Hadits (Qs. 49 : 7), maka kita dapat menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan pemimpin.
Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain :
a. Faktor Keulamaan
Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Quran). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.
Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Quran dan Al-Hadits.
Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu.
Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat.
b. Faktor Intelektual (Kecerdasan)
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan.  (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Quran dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan.
Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafaah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).
Rasulullah berpesan :  Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. 
c. Faktor Kepeloporan
Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.
Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang maaruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.
d. Faktor Keteladanan
Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.
Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah.
Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.
e. Faktor Manajerial (Management)
Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.
            Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.
Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun(keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.
Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita. Karena apapun akibat yang dilakukannya, maka kita pun akan turut bertanggung jawab terhadapnya. Jika kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan dan kehancurannya. 
CONTOH STUDI KASUS
PERAN KEPEMIMPINAN DALAM KRISIS PERUSAHAAN NISSAN
Persaingan selalu menghasilkan pihak yang menang dengan pihak yang kalah. Perusahaan yang mampu meraih keunggulan kompetitif, maka perusahaan itulah yang keluar sebagai pemenang. Bagaimana dengan perusahaan yang kalah bersaing? Hanya ada dua pilihan, yaitu gugur dalam persaingan bisnis atau berubah, seperti ungkapan yang terkenal “Dead or Change!” Di sinilah letak peran penting seorang pemimpin. Mau dibawa berlabuh ke manakah perusahaan itu? Arah tujuan kapal tergantung oleh kapten kapal, begitu pula arah dan strategi perusahaan yang sangat tergantung peran kepemimpinan untuk mencapai tujuannya.
Peran kepemimpinan dalam kondisi krisis perusahaan dapat dilihat dari kegigihan Nissan keluar dari jurang kegagalan. Pada tahun 1998, tanda-tanda jatuhnya perusahaan otomotif raksasa Jepang itu semakin Nampak jelas. Para petinggi Nissan sudah tidak berdaya menghadapi persaingan bisnis saat itu, ditambah lagi timbunan hutang yang menggunung sekitar puluhan miliar US Dollar. Ketika kondisi darurat seperti itu, dewi fortuna masih berpihak pada Nissan. Perusahaan otomotif dari Perancis, Renault sepakat membeli 37 persen saham Nissan dengan satu syarat yaitu menempatkan salah satu utusannya sebagai CEO di Nissan. Dialah Carlos Ghosn, tokoh dibalik revolusi Nissan menggebrak kembali pasar global.
Setibanya di Jepang, Ghosn segera menentukan langkah kunci yang terdiri dari tiga langkah. Langkah awal Ghosn ialah membangun kepercayaan bangkit untuk berubah pada setiap pekerja di saat darurat itu. Laporan-laporan menunjukkan fakta bahwa Nissan telah benar-benar berada di puncak kegagalan. Tidak ada jalan lain lagi bagi Nissan selain bangkit untuk berubah. Perubahan yang dilakukan harus berdasarkan visi ke depan untuk menembus pasar global masa depan, serta penerapan yang tegas atas strategi-strategi perusahaan yang telah disusun.
Langkah kedua, Ghosn menyusun dua strategi dalam suatu rencana yang dia sebut Nissan Recovery Plan. Strategi pertama yaitu segera melakukan revitalisasi produk-produk baru Nissan. Proses pengembangan produk-produk baru harus dipercepat. Untuk menjalankan strategi itu, Nissan merekrut Shiro Nakamura, desainer mobil ternama di Jepang. Di sisi lain, strategi kedua yaitu melakukan efisiensi biaya sebesar-besarnya. Menutup pabrik-pabrik operasional yang dianggap kurang begitu mendesak, dan pengalihan operasional untuk lebih terfokus pada operasional sentral.
Langkah ketiga Ghosn untuk menyempurnakan tahapan strateginya ialah membentuk tim inti yang langsung dipimpin olehnya. Tugas tim inti sangan jelas dan tegas, yaitu memastikan bahwa Recovery Plan dapat diimplementasikan secara optimal. Bagaimana pun sempurnanya rencana yang disusun harus disertai implementasi yang tegas. Di sini letak vital peran Ghosn untuk kembali mengangkat kebesaran Nissan di pasar otomotif global.
Kerja keras dalam misi yang hampir mustahil itu berbuah manis pada tahun 2001 dan tahun-tahun berikutnya. Sang raksasa telah bangkit dengan menunjukkan prestasi demi prestasi. Tahun 2005 produk andalannya Nissan X-Trail melenggang menjadi primadona di pasar otomotif global. Diikuti Nissan Grand Livina yang juga booming pada tahun 2007. Dibalik kesuksesan demi kesuksesan Nissan, ialah peran Charles Ghosn yang membawa Nissan keluar dari jurang kebangkrutan. Kepemimpinan yang dimiliki dengan keyakinan penuh menghadapi situasi krisis mampu mendorong kinerja optimal setiap pekerjanya untuk mencapai visi Nissan yang besar dengan implementasi yang tegas. Itulah peran kepemimpinan Carlos Ghosn dalam drama heroik untuk kembali mengibarkan kejayaan Nissan di pentas global.
Jadi Peran kepemimpinan sangat vital dalam strategi perusahaan menghadapi masa krisis, dengan visi ke depan sebagai arah perusahaan disertai penerapan yang tegas untuk kembali meraih keunggulan bisnis.


BAB III
KESIMPULAN

            Kebutuhan-kebutuhan yang dibawa oleh manusia ke dalam organisasi menjadi jelas jika kita kaitkan dengan keinginan-keinginan tertentu seperti uang,jaminan pekerjaan, teman sekerja yang menyenangkan, penghargaan dan pujian, pekerjaan yang bermakna, kesempatan untuk maju, kondisi kerja yang baik,perintah yang masuk akal,organisasi yang relevan, dan kepemimpinan yang arif dan adil. Keinginan-keinginan ini menyediakan sederet alat bantu motivasi yang dapat digunakan oleh para manajer untuk memotivasi perilaku pada tujuan yang diinginkan.
            Kekuatan motivasi akan sangat besar jika keinginan bernilai tinggi, jika karyawan yang bersangkutan merasa mampu untuk berprestasi seperti yang ditentukan, dan bila dia merasa bahwa ganjaran akan benar-benar diberikan. Modifikasi perilaku menyarankan bahwa suatu jadwal dorongan yang positif akan berkesinambungan lebih disukai pada permulaan dari setiap program baru, diikuti oleh suatu jadwal ganjaran dari jenis rasio-variabel. Perilaku yang tidak diinginkan lebih baik diabaikan saja, jangan dihukum. Para pemimpin harus mensejajarkan kepentingan dan usaha anggota dengan tujuan organisasi.














DAFTAR PUSTAKA

Tisnawati Ernie, dan Kurniawan Saefullah, 2008. Pengantar Manajemen, Jakarta : Kencana Prenada Gramedia Group.
Flippo Edwin,1984. Personal Management, Jakarta : Erlangga
Thomas S.Bateman & Scott A.Snell,2007.Manajemen kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif.
Thoha Miftah,2007.Kepemimpinan dalam Manajemen, persada : pt raja grafindo
Yunus Jamalulail, 2009.Konsep Dasar, Dimensi Kinerja, dan Gaya Kepemimpinan, UIN-Malang Press
Syafii Antonio, 2007.The Super Leader Super Manajer. Jakarta : ProLM
Griffin, 2002, Manajemen Edisi ketujuh Jilid 2, Jakarta : Erlangga



Lebih jelasnya bisa download disini Makalah Keuangan 

0 komentar:

Posting Komentar

--------------------------------------
irchams1993group. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Free Web Hosting | Top Hosting