Juli 2012 ~ Angkringan Digital

Sabtu, 21 Juli 2012

PERKEMBANGAN ISLAM KHUSUSNYA EKONOMI PADA MASA DAULAH ABBASIYAH

A.           LATAR BELAKANG
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politik, para Khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan falsafah dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
B.           PENDIRIAN BANI ABBAS (750-857 M. – 132-232 H.)
Babak ketiga dalam drama besar politik islam dibuka oleh Abu Al-abbas (750-754) yang berperan sebagai pelopor. Irak menjadi panggung drama besar itu. Dalam khotbah penobatanya, yang disampaikan setahu sebelumnya dimasjid Kufahb, Khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya as-saffih. Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah Al-Saffah Bin Muhammad Bin Ali Bin Abdullah Bin Al-Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Pada dinasti ini islam mencapai kejayaan dalam segala bidang. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti terpanjang, berlangsung dari tahun 750 - 1258 M.
Dinasty Abbasyah mencapai keberhasilannya disebabkan dasar-dasar yang telah berakar semenjak bani Umayah berkuasa. Ditinjau dari proses pembentukannya, Dinasti Abbasyah didirikan atas dasar-dasar antara lain :
1.      Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari dinasty sebelumnya.
2.      Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan.
3.      Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
4.      Dasar kesamaan hubungan dalam hokum bagi setiap masyarakat islam.
5.     Pemerintahan bersifat muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian saja diantara ras-ras lainnya.
6.      Hak memerintah sebagai ahli waris nabi masih tetap ditangan mereka.
Diantara situasi-situasi yang mendorong berdirinya dinasti Abbasiyah dan menjadikan dinasti sebelumnya lemah. banyak terdapat faktor-faktor pendukung beridirinnya Dinasti Abbasiyah antara lain :
1.      Timbulnya pertentangan poitik antara Muawiyah dengan pengikut Ali bin Abi Thalib. (syiah).
2.      Munculnya golongan Khawarij, akibat pertentangan politik antara Muawiyah dengan syiah dan kebijakan-kebijakan yang kurang adil.
3.      Timbulnya politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai.
4.      Meningkatnya kekecewaan kaum mawali terhadap penguasa Bani Umayyah
5.      Adanya kekecewaan dari kaum agamawan terhadap pemerintah Bani Umayyah (hal ini karena perhatian penguasa terhadap pengembangan agama sangat kurang)
6.       Adanya keinginan masyarakat untuk memperoleh pemimpin kharismatik yang dapat menyelamatkan kehidupan masyarakat
7.      Kebencian Alawiyyin terhadap Bani Umayyah karena tindakan diluar batas, yakni:
• Mewajibkan para khatib Jumat untuk menghina, mencaci, dan melaknat Ali bin Abi Thalib;
• Membunuh para pemimpin Alawiyyin (diantaranya Husein bin Ali bin Abi Thali, Yahya bin
• Zaid, dan Abu Hasyim bin Muhammad bin Al Hanifah);
 Mengkhianati perjanjian Madain (perjanjian antara Muawiyah dan Husein bin Ali)

8.      Pemerintahan Khalifah Umar BIN Abdul Aziz yang adil dan damai
Khalifah-khalifah bani Umayyah –selain Umar bin Abdul Aziz- sangat keras menekan dan membatasi gerakan-gerakan kaum Alawiyyin.
9.      Perpecahan suku-suku bangsa.

Penerus Abu Al-abbas memegang pemerintahan meskipun mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teorekrasi, yang menggantikan pemerintahan sekuler Dinasti Umayah. Sebagai ciri khas keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti ketika dinobatkan sebagai khalifah dan pada sholat jum’at, khalifah menggunakan jubah yang pernah dikenakan oleh sepupunya Nabi Muhammad. Akan tetapi masa pemerintahannya begitu singkat. As-saffah meninggal (750-754 M.) karena penyakit cacar air ketika  berusia 30-an.
Saudaranya yang juga penerusnya, Abu Ja’far (754-775)yang mendapatkan julukan Al-Manshur adalah khalifah terbesar Dinasti Abbasiyah. Meskipun bukan seorang muslim yang saleh dialah sebenarnya bukan As-Saffah yang benar-benar membangun dinasti baru itu. Seluruh khalifah yang berjumlah 35 berasal dari garis keturunannya.
Masa kejayaan Abbasiyah terletak pada khalifah As-Saffah. Bahwa pada masa keemasan (Golden Prime) Abbsiyah terletak pada 10 khalifah yaitu :
1.      Abul Abbas As-Saffh (133-137 H / 750-754 M)
2.      Abul Ja’far Al-Manshur (137-1159 H / 754-774 M)
3.      Al-Mahdi (159-169 H / 775-785 M)
4.      Musa Al-Hadi (169-170 H / 785-786 M)
5.      Harun Ar-Rasyid (170-194 H / 785-786 M)
6.      Al-Amin (194-198 H / 809-813 M)
7.      Al-Ma’mun (198-218 H / 813-833 M)
8.      Al-Mu’tasim (218-223 H/ 833-843 M)
9.      Al-Watiq (223-228 H / 842-847 M)
10.  Al-Mutawakil (847-861 M)
Dinasti Abbasiyah, seperti halnya dinasti lainya dalam sejarah islam, mencapai kejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah didirikan. Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh As-Saffah dan Al-Manshur mencapai masa keemasannya antara masa khalifah ketiga, Al-Mahdi dan khalifah kesembilan, Al-Watsiq dan lebih khususnya lagi pada masa Harun Ar-Rasyid da anaknya Al-Ma’mun. Karena kehebatan dua khalifah itulah, Dinasty Abasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik dan menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah islam. Diktum yang dikutip oleh seorang penulis antologi Ats-Tsa’alabi bahwa dari para khlifah Abbasiyah ”sang pembuka” adalah Al-Manshur ”sang penengah” adalah Al-Ma’mun dan ”sang penutup”adalah Al-Mutadhid (892-902) adalah benar.
C.          PERIODESASI MASA ABBASIYAH
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
  1. Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
  2. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
  5. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Untuk memudahkan pembahasan periode Abbasiyah dibagi menjadi empat tahap yaitu pendirian, kemajuan, kemunduran dan kehancuran.

             D.    KEJAYAAN BANI ABBSIYAH
Masa ini adalah masa keemasan atau masa kejayaan umat islam sebagai pusat dunia dalam berbagai aspek peradaban. Kemajuan itu hampir mencakup semua aspek kehidupan antara lain :
a.       Admnistratif pemerintahan dengan biro-bironya
b.      System organisasi militer
c.       Administrasi wilayah pemerintahan
d.      Sector ekonomi (pertanian, perdagangan, dan industri)
e.       Islamisasi pemerintahan
f.       Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi, histiografi, filsafat islam, teologi, hukum dan etika islam, sastra, seni dan penerjemahan
g.      Pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni music dan arsitek.
Tapi disini saya hanya membahas kejayaan Bani Abbasyah khususnya dibidang ekonomi atau sector ekonomi.
E.      DISEKTOR EKONOMI (Pertanian, Perdagangan Dan Industri)
Kehidupan pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari zaman sebelumnya. Menurut  Zaidan, bahwa masyarakat yang ada pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah terbagi menjadi dua kelas yaitu: kelas khusus dan kelas umum.
Sedangkan kemajuan dalam bidang ekonomi ini bisa dilihat dari berkembangnya keuangan kas negara yang banyak. Pada masa pemerintah Daulah Abbasiyah, sistem perekonomian dibangun dengan menggunakan sistem ekonomi pertanian, peindustrian dan perdagangan.

Perkembangan Perdagangan dan Industri
Ekonomi imperium Abbasiyah paling dominan digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di mesir, sutra dari syiria dan irak, kertas dari samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari mesir dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan Perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan berlimpah-limpah, Uang masuk lebih banyak dari pada pengeluaran. Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan kewangan negara. Dia mencontohi Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam.
Dan keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil pula dalam :
1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.
2. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.
3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:
a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang.
b) Membangun armada-armada dagang.
c) Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut.

       Perkembangan bidang pertanian
            Pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasty Abbasiyah karena pusat pemerintahanya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara dan pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian yang terlantar dan desa-desa yang hancur di berbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun secara perlahan-lahan. Mereka membangun saluran irigasi baru sehingga membentuk ”jaringan yang sempurna”.
            Tanaman asal Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami. Daerah yang sangat subur berada di bantaran tepian sungai ke selatan, Sawad, yang menumbuhkan berbagai jenis buah dan sayuran, yang tumbuh didaerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan beragam bunga, seperti bunga mawar dan violet juga tumbuh subur.
Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Selain ketiga hal tersebut, juga terdapat peninggalan-peninggalan yang memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah.
1. Istana Qarruzzabad di Baghdad                             6. Majlis Muhadharah
2. Istana di kota Samarra                                            7. Darul Hikmah
3. Bangunan-bangunan sekolah                                  8. Masjid Raya Kordova (786 M)
4. Kuttab                                                                     9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)
5. Masjid                                                                     10. Istana Al Hamra di Kordova
11. Istana Al Cazar, dan lain-lain  (Ma’ruf,1996:39-40).




DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Setia, 2008.



PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

A.    ISLAM MASA RASULULLAH DI MEKKAH
            Nabi Muhammad dilahirkan pada hari senin tanggal 12 Rabiul awal, tahun gajah, kira-kira 571 masehi. Dinamakan tahun Gajah karena pada waktu kelahiran beliau, ada seorang gubernur dari keraan Nasrani Abisinia yang memerintah di Yaman bermaksud menghancurkan Ka’bah dengan bala tentaranya yang mengendarai Gajah. Belum tercapai tujuannya tentara tersebut, Allah telah menghancurkan mereka dengan mengirimkan burung Ababil. Karena pasukan itu menggunakan Gajah, maka tahun tersebut dinamakan tahun Gajah.
            Disamping tidak pernah berbuat dosa (ma’shum), nabi Muhammad SAW juga selalu beribadah dan berkhalwat di gua Hira. Sehingga pada tanggal 17 Ramadhan, beliau menerima wahyu pertama kali yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. Pada saat itu pula Nabi dinobatkan sebagai Rasulullah atau utusan Allah SWT kepada seluruh umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya. Ini terjadi menjelang usia Rasulullah yang ke 40 tahun. Setelah sekian lama wahyu kedua tidak muncul, timbul rasa rindu dalam dada Rasulullah SAW. Akan tetapi tak lama kemudian turunlah wahyu yang kedua yaitu surat al-Mudatsir ayat 1-7. Dengan turunnya surat tersebut mulailah Rasulullah berdakwah.
            Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan teman-temannya. Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah apa yang harus Rasulullah kerjakan dalam menyampaikan risalah-Nya yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah SWT yang maha Esa, yang tiada beranak dan tidak pula diberanakkan serta tiada sekutu bagi – Nya.
1.      Penyiaran Islam Secara Sembunyi-Sembunyi

            Ketika wahyu pertama turun, Nabi belum diperintah untuk menyeru umat manusia menyembah dan mengesakan Allah SWT. Jibril tidak lagi datang untuk beberapa waktu lamanya. Pada saat sedang menunggu itulah kemudian turun wahyu yang kedua (Qs. Al-Mudatstsir:1-7) yang menjelaskan akan tugas Rasulullah SAW yaitu menyeru ummat manusia untuk menyembah dan mengesakan Allah SWT. Dengan perintah tersebut Rasulullah SAW mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang beriman kepada-Nya ialah Siti Khodijah (isteri Nabi), disusul Ali bin Abi Thalib (putra paman Nabi) dan Zaid bin Haritsah (budak Nabi yang dijadikan anak angkat). Setelah itu beliau menyeru Abu Bakar (sahabat karib Nabi). Kemudian dengan perantaraan Abu Bakar banyak orang-orang yang masuk Islam.

            2.
  Menyiarkan Islam secara Terang-Terangan

            Penyiaran secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun, sampai kurun waktu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Ketika wahyu tersebut beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul dibukit Safa, menyerukan agar berhati-hati terhadap azap yang keras di kemudian hari (Hari Kiamat) bagi orang-orang yang tidak mengakui Allah sebagai tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai utusan-Nya.

           
Tiga tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan dakwah secara rahasia. Kemudian turunlah firman Allah SWT, surat Al-Hijr: 94 yang memerintahkan agar Rasulullah berdakwa secara terang terangan. Pertama kali seruan yang bersifat umum ini beliau tujukan pada kerabatnya, kemudian penduduk Makkah baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya. Setelah itu pada kabilah-kabilah Arab dari berbagai daerah yang datang ke Makkah untuk mengerjakan haji. Sehingga lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Demikianlah perjuangan Nabi Muhammad SAW dengan para sahabat untuk meyakinkan orang Makkah bahwa agama Islamlah yang benar dan berasal dari Allah SWT, akan tetapi kebanyakan orang-orang kafir Qurais di Mekkah menentang ajaran Nabi Muhammad SAW tersebut. Dengan adanya dakwah Nabi secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Makkah, maka banyak penduduk Makkah yang mengetahui isi dan kandungan al-Qur’an yang sangat hebat, memiliki bahasa yang terang (fasihat) serta menarik. Sehingga lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Dengan usaha yang serius pengikut Nabi SAW bertambah sehingga pemimpin kafir Quraisy yang tidak suka bila Agama Islam menjadi besar dan kuat berusaha keras untuk menghalangi dakwah Nabi dengan melakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap orang mukmin. Banyak hal yang dilakukan para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi. Pada mulanya mereka mengira bahwa kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib. Mereka mengancam dan menyuruh Abu Thalib untuk memilih dengan menyuruh Nabi berhenti berdakwa atau menyerahkannya pada orang kafir Quraisy. Karena cara–cara diplomatik dan bujuk rayu gagal dilakukan, akhirnya para pemimpin Quraisy melakukan tindakan fisik yang sebelumnya memang sudah dilakukan namun semakin ditingkatkan. Apabila orang Quraisy tahu bahwa dilingkungannya ada yang masuk Islam, maka mereka melakukan tindakan kekerasan semakin intensif lagi. Mereka menyuruh orang yang masuk Islam meskipun anggota keluarga sendiri atau hamba sahaya untuk di siksa supaya kembali kepada agama sebelumnya (murtad). Kekejaman yang dilakukan oleh peduduk Mekkah terhadap kaum muslimin mendorong Nabi SAW untuk mengungsikan sahabat–sahabatnya keluar Makkah. Sehingga pada tahun ke 5 kerasulan Nabi Muhammad SAW menetapkan Habsyah (Etiophya) sebagai negeri tempat untuk mengungsi, karena rajanya pada saat itu sangat adil. Namun kafir Quraisy tidak terima dengan perlakuan tersebut, maka mereka berusaha menghalangi hijrah ke Habsyah dengan membujuk raja Habsyah agar tak menerima kaum muslimin, namun gagal. Ditengah-tengah sengitnya kekejaman itu dua orang kuat Quraisy masuk Islam yaitu Hamzah dan Umar bin khattab sehingga memperkuat posisi umat Islam. Hal ini memperkeras reaksi kaum Quraisy Mereka menyusun strategi baru untuk melumpuhkan kekuatan Muhammad SAW yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Persetujuan dilakukan dan ditulis dalam bentuk piagam dan disimpan dalam ka’bah. Akibatnya Bani Hasyim mengalami kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada bandingnya. Hal ini terjadi pada tahun ke –7 ke Nabian dan berlangsung selama 3 tahun yang merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam. Pemboikotan ini berhenti setelah para pemimpin Quraisy sadar terhadap tindakan mereka yang terlalu. Namun selang beberapa waktu Abu Thalib meninggal Dunia, tiga hari kemudian istrinya, Siti Khodijah pun wafat. Tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi Nabi (Amul Huzni). Sepeninggal dua orang pendukung tersebut kaum Quraisy tak segan–segan melampiaskan amarahnya. Karena kaum Quraisy tersebut Nabi berusaha menyebarkan Islam keluar kota, namun Nabi malah di ejek, di sorak bahkan dilempari batu hingga terluka di bagian kepala dan badan. Untuk menghibur Nabi, maka pada tahun ke –10 keNabian, Allah mengisra’mi’rajkannya. Berita ini sangat menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir hal itu dijadikan sebagai propaganda untuk mendustakan Nabi, namun bagi umat Islam itu merupakan ujian keimanan. Setelah peristiwa ini dakwah Islam menemui kemajuan, sejumlah penduduk Yastrib datang ke Makkah untuk berhaji, mereka terdiri dari suku Khozroj dan Aus yang masuk Islam dalam tiga golongan :

1.
Pada tahun ke –10 keNabian. Hal ini berawal dari pertikaian antara suku Aus dan Khozroj, dimana mereka mendambakan suatu perdamaian.

2.
Pada tahun ke -12 ke-Nabian. Delegasi Yastrib (10 orang suku Khozroj, 2 orang Aus serta seorang wanita) menemui Nabi disebuah tempat yang bernama Aqabah dan melakukan ikrar kesetiaan yang dinamakan perjanjian Aqabah pertama. Mereka kemudian berdakwah dengan ini di temani seorang utusan Nabi yaitu Mus’ab bin Umar.

3. Pada musim haji berikutnya. Jama’ah haji Yastrib berjumlah 73 orang, atas nama penduduk Yastrib mereka meminta Nabi untuk pindah ke Yastrib, mereka berjanji untuk membelah Nabi, perjanjian ini kemudian dinamakan Perjanjian Bai’ah Aqabah II.
Setelah mengetahui perjanjian tersebut, orang kafir Quraisy melakukan tekanan dan intimidasi secara lebih gila lagi terhadap kaum muslimin. Karena hal inilah, akhirnya Nabi memerintahkan sahabat–sahabatnya untuk hijrah ke Yastrib. Dalam waktu dua bulan, ± 150 orang telah meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap bersama Nabi, akhirnya ia pun hijrah ke Yastrib bersama mereka karena kafir Quraisy sudah merencanakan pembunuhan terhadap Nabi SAW. Adapun cara-cara yang dilakukan orang Quraisy dalam melancarkan permusuhan terhadap Rasulullah SAW dan pengikutnya sebagai berikut :

a.
  Mengejek, menghina dan menertawakan orang-orang Muslim dengan maksud melecehkan kaum muslimin.

b. Mengejek ajaran Nabi, membangkitkan keraguan, menyebarkan anggapan-anggapanyang menyangsikan ajaran Nabi.

c.
   Melawan Al-Qur’an dengan dongeng-dongeng orang-orang terdahulu.

d.
   Menyodorkan beberapa tawaran pada orang Islam yang mau menukar keimanannya dengan kepercayaan orang kafir Quraisy.

            Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang menyebabkan orang-orang kafir Quraisy berusaha menghalangi dakwah Islam yaitu: Pertama, Orang kafir Quraisy tidak dapat membedakan antara keNabian dan kekuasaan.
Mereka menganggap bahwa tunduk pada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan bani Abdul Muthallib. Kedua, Nabi Muhammad SAW menyerukan persamaan antara bangsawan dan hamba sahaya. Ketiga, Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima adanya hari kebangkitan kembali dan hari pembalasan di akhirat. Keempat, Taklid pada nenek moyang adalah kebiasaan yang berakar pada bangsa Arab. Kelima, Pemahat dan penjual patung menganggap Islam sebagai penghalang rezeki mereka.

A.    RASULULLAH SAW MEMBANGUN MASYARAKAT ISLAM DI MADINAH
            Setiap musim haji tiba, banyak kabilah yang datang ke Mekah. Begitu juga nabi Muhammad SAW. Dengan giat menyampaikan dakwah islam. Diantara Kabilah yang menerima Islam adalah Khajraj dari Yatrib (Madinah). Setelah kembali ke negerinya, mereka mengabarkan adanya Nabi terakhir.
            Pada tahun ke 12 kenabiannya, datanglah orang-orang Yastrid di musim haji ke Mekah dan menemui nabi di Bai’atul Akabah. Di tempat ini mereka mengadakan bai’at (perjanjian) yang isinya bahwa mereka setia pada nabi, tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak kecil, tidak memfitnah, dan ikut menyebarkan islam. Perjanjian ini dikenal dengan Bai’atul Akabah Ula (Perjanjian Akabah Pertama) karena dilaksanakan di bukit akabah atau disebut Bai’atun Nisa’ (perjanjian wanita) karena didalamnya terdapat seorang wanita ‘Afra binti ‘Abid bin Tsa’labah.
            Ketika beliau sampai di Madinah, disambut dengan syair-syair dan penuh kegembiraan oleh penduduk Madinah. Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari ancaman dan tekanan orang kafir Quraisy dan penduduk Makkah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun srategi dalam menghadapi tantangan lebih lanjut, sehingga nanti terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan Ibrahim yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW melalui wahyu Allah SWT. Islam mendapat lingkungan baru di kota Madinah. Lingkungan yang memungkinkan bagi Nabi Muhammad SAW untuk meneruskan dakwahnya, menyampaikan ajaran Islam dan menjabarkan dalam kehidupan sehari-hari (Syalaby,1997:117-119). Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib, Nabi diangkat menjadi pemimpin penduduk Madinah. Sehingga disamping sebagai kepala/ pemimpin agama, Nabi SAW juga menjabat sebagai kepala pemerintahan / Negara Islam. Kemudian, tidak beberapa lama orang-orang Madinah non Muslim berbondongbondong masuk agama Islam. Untuk memperkokoh masyarakat baru tersebut mulailah Nabi meletakkan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar, mengingat penduduk yang tinggal di Madinah bukan hanya kaum muslimin, tapi juga golongan masyarakat Yahudi dan orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang, maka agar stabilitas masyarakat dapat terwujudkan Nabi mengadakan perjanjian dengan mereka, yaitu suatu piagam yang menjamin kebebasan beragama bagi kaum Yahudi. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Di samping itu setiap masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri dari serangan musuh. Adapun dasar-dasar tersebut adalah :
1.      Mendirikan Masjid
Setelah agama Islam datang Rasulullah SAW mempersatukan seluruh suku-suku di Madinah dengan jalan mendirikan tempat peribadatan dan pertemuan yang berupa masjid dan diberi nama masjid “Baitullah”. Dengan adanya masjid itu, selain dijadikan sebagai tempat peribadatan juga dijadikan sebagai tempat pertemuan, peribadatan, mengadiliperkara dan lain sebagainya.

2.      Mempersaudarakan antara Anshor dan Muhajirin
Orang-orang Muhajirin datang ke Madinah tidak membawa harta akan tetapi membawa keyakinan yang mereka anut. Dengan itu Nabi mempersatukan golongan Muhajirin dan Anshor tersebut dalam suatu persaudaraan dibawah satu keyakinan yaitu bendera Islam.

3.      Perjanjian bantu membantu antara sesama kaum Muslim dan non Muslim
Setelah Nabi resmi menjadi penduduk Madinah, Nabi langsung mengadakan perjanjian untuk saling bantu-membantu atau toleransi antara orang Islam dengan orang non Islam. Selain itu Nabi mengadakan perjanjian yang berbunyi “kebebasan beragama terjamin buat semua orang-orang di Madinah”.

4.      Melaksanakan dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Dengan terbetuknya masyarakat baru Islam di Madinah, orang-orang kafir Quraisy bertambah marah, maka terjadi peperangan yang pertama yaitu perang Badar pada tanggal 8 Ramadlan, tahun 2 H. Kemudian disusul dengan perang yang lain yaitu perang Uhud, Zabit dan masih banyak lagi. Pada tahun 9 H dan 10 H (630–632 M) banyak suku dari berbagai pelosok mengirim delegasi kepada Nabi bahwa mereka ingin tunduk kepada Nabi, serta menganut agama Islam, maka terwujudlah persatuan orang Arab pada saat itu. Dalam menunaikan haji yang terakhir atau disebut dengan Haji Wada tahun 10 H (631 M) Nabi menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah antara lain larangan untuk riba, menganiaya, perintah untuk memperlakukan istri dengan baik, persamaan dan persaudaraan antar manusia harus ditegakkan dan masih banyak lagi yang lainnya. Setelah itu Nabi kembali ke Madinah, ia mengatur organisasi masyarakat, petugas keamanan dan para da’i dikirim ke berbagai daerah, mengatur keadilan, memungut zakat dan lain-lain. Lalu 2 bulan kemudian Nabi jatuh sakit, kemudian ia meninggal pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal 11 H atau 8 Juni 632 M (Yatim,1998:27-33). Dengan terbentuknya negara Madinah Islam bertambah kuat sehingga perkembangan yang pesat itu membuat orang Makkah risau, begitu juga dengan musuh–musuh Islam.

            Untuk menghadapi kemungkinan gangguan–gangguan dari musuh, Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Banyak hal yang dilakukan Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan kota Madinah diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut.
Akan tetapi, ketika pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan demi persoalan semakin sering terjadi, diantaranya adalah rongrongan dari orang Yahudi, Munafik dan Quraisy. Namun berkat keteguhan dan kesatuan ummat Islam, mereka dapat mengatasinya.

Teologi dan Modernisasi


BAB II
PEMBAHASAN


A.
Pengertian Teologi

            Secara literal istilah teologi berasal dari kata theos berarti Tuhan dan logos berarti kata, perkataan, percakapan, dan ilmu. Jadi, teologi berarti ilmu tentang Tuhan atau percakapan tentang Tuhan dan alam semesta. Teologi adalah ”upaya menyelidiki pertanyaan - pertanyaan tentang hakikat Tuhan. Menurut John Fok, Theology itself is the science of God and His works and systematic theology is the systematizing of the findings of that science. Definisi ini berdasarkan pengakuan bahwa Firman Allah yang tertulis adalah final dan inerent.
Istilah teologi dalam konteks Kristen adalah disiplin studi yang mencari pengertian tentang wahyu Allah dalam alkitab  Theology in a Christian context is a discipline of study that seeks to understand the God revealed in the Bible
. Berarti bahwa ilmu teologia yang bersumber pada wahyu Allah dalam Alkitab, menyediakan sudut pandang dan pemahaman dalam konteks teologi Kristen.
            Sedangkan bagi kaum liberal, formulasi atau formula teologi seperti yang tampak pada definisi ini tidak dipandang sebagai yang final. Ini berarti perkataan Tuhan tidak inerent.
Arti dasarnya adalah suatu catatan atau wacana tentang, para dewa atau Allah. Bagi beberapa orang Yunani, syair-syair seperti karya Homer dan Hesiod disebut "theologoi". Syair mereka yang menceritakan tentang para dewa yang dikategorikan oleh para penulis aliran Stoa (Stoic) ke dalam "teologi mistis". Aliran pemikiran Stois yang didirikan oleh Zeno (kira-kira 335-263 sM.) memiliki pandangan "teologi natural atau rasional", yang disebut oleh Aristoteles, dengan istilah "filsafat teologi", sebutan yang merujuk kepada filsafat teologi secara umum atau metafisika.
Kaum evanglikal percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan telah finis. Sedangkan ilmu pengetahuan, seperti matematika, meyakini bahwa pergerakan alam semesta bergerak di bawah h
ukum alam dan tidak dikendalikan oleh Tuhan.
            Bertolak belakang dengan orang percaya bahwa, Tuhan yang mengatur dan mengendalikan, mengontro dan memelihara alam semesta. Kata teologi merujuk pada studi tentang Tuhan dan melalui kata ini, sudah terkandung didalamnya doktrin - doktrin dalam Alkitab. Tuhan adalah supreme being atau ada yang tertinggi yang telah mencipta dan eksis dalam eksistensinya, teologi mencari pemahaman dan mengartikulasikan suatu informasi atau pemahaman secara sistematis yang diungkapkan kepada kita melalui-Nya. Studi ini adalah studi tentang hal yang terakhir – ultimate (reality). Hal realitas terakhir atau the ultimate reality merupakan konsentrasi kajian dari teologi. Bagi Lewis Johnsons, So that theology is discourse about God or reasoning about God, rational discourse about God.  Jadi, teologi adalah diskusi atau pembicaraan/ percakapan tentang tuhan atau pemikiran tentang Tuhan, diskusi rasional tentang Tuhan. Theology and Systematic Theology of course is the systematization of the truth that we learn about God from the word of God. Pengajaran teologi selalu tentang kebenaran Tuhan yang bertolak dari kebenaran Tuhan dan kepada Tuhan.

            Definisi-definisi di atas merupakan definisi umum dari teologi yang menyangkut studi teologi atau ilmu teologi sedangkan definisi sempitnya dapat ditemui melalui definisi teologi sistematika, yakni penyusunan secara tepat atau pengorganisasian tema-tema alkitab dalam konteks doktrinal.
Memang teologi dalam arti yang luas dan sederhana adalah memikirkan tentang Allah dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran tersebut dalam cara tertentu. Dalam arti yang luas, definisi teologi menurut David Kelsey adalah logos, berbicara dengan pertimbangan yang cermat dan dengan perhatian yang sungguh-sungguh atau berpikir secara terpilah-pilah, jelas, dan koheren (logis dan konsisten) mengenai theos, yaitu Allah.


B. Pengertian Modernisasi

            Pada dasarnya setiap masyarakat menginginkan perubahan dari keadaan tertentu kearah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang leih maju dan makmur. Keinginan akan adanya perubahan itu adalah awal dari suatu proses modernisasi. Berikut ini adalah beberapa pengertian modernisa
si dar beberapa pakar, Wilbert E Moore, Modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi social kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri Negara barat yang stabil. J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.

            Berdasar pada dua pendapat diatas, secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai perubahan masyarakat dari masyaraat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning. Ada saja orang yang mengatakan kembali ke Islam artinya kembali ke jaman unta. Ada juga yang mengatakan jika kembali ke Islam kita akan mundur beberapa ratus tahun ke belakang. Seolah-olah jika kita menjalankan aturan Islam secara kaffah harus meninggalkan semua teknologi yang kita miliki. Tentu saja pendapat tersebut keliru. Dilihat dari sisi historis saja pendapat tersebut jelas kesalahannya.Sebab pada masa yang lalu justru Islam adalah pemimpin dunia dalam urusan sains dan teknologi.

            Ada dua kemungkinan mengapa pendapat seperti seperti itu muncul: mungkin berasal dari keinginan melecehkan Islam, atau mungkin timbul dari pemahaman Islam yang kurang sempurna. Sebagai contoh, saya pernah mendengar cerita dari teman yang entah benar atau salah.Katanya, dahulu seorang syaikh Arab menolak alat bor minyak bumi dengan alasan bid’ah.
Pada masa lalu, teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan umat Islam.Pada masa kekagetan itu, umat Islam kebingungan dalam menyaring segala sesuatu yang berasal dari Barat.Akibatnya timbul tiga golongan.
Golongan pertama melarang segala sesuatu yang datang dari Barat karena berasal dari kaum kafir. Ada golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan alasan agar Islam jadi maju. Ada juga yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam mana yang tidak. Dan dengan cara berikut ini kita bisa membedakan mana yang sesuai dengan islam dan mana yang tidak.

CIRI-CIRI MANUSIA MODERN:

            Ciri manusia modern menurut Dube ditentukan oleh struktur, institusi, sikap dan perubahan nilai pada pribadi, sosial dan budaya.Masyarakat modern mampu menerima dan menghasilkan inovasi baru, membangun kekuatan bersama serta meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah.
Oleh karenanya modernisasi sangat memerlukan hubungan yang selaras antara kepribadian dan sistem sosial budaya.Sifat terpenting dari modernisasi adalah rasionalitas. Kemampuan berpikir secara rasional sangat dituntut dalam proses modernisasi. Kemampuan berpikir secara rasional menjadi sangat penting dalam menjelaskan berbagai gejala sosial yang ada.Masyarakat modern tidak mengenal lagi penjelasan yang irasional seperti yang dikenal oleh masyarakat tradisional. Rasionalitas menjadi dasar dan karakter pada hubungan antar individu dan pandangan masyarakat terhadap masa depan yang mereka idam-idamkan. Hal yang sama disampaikan oleh Schoorl, walaupun tidak sebegitu mendetail seperti Dube. Namun demikian terdapat ciri penting yang diungkapkan Schoorl yaitu konsep masyarakat plural yang diidentikkan dengan masyarakat modern. Masyarakat plural merupakan masyarakat yang telah mengalami perubahan struktur dan stratifikasi sosial.
 
Lerner dalam Dube (1988) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh :
1.
Empati         : kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

2.
Mobilitas     :   kemampuan untuk melakukan “gerak sosial” atau dengan kata lain kemampuan “beradaptasi”. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan status dan peran atau peran ganda. Sistem stratifikasi yang terbuka sangat memungkinkan individu untuk berpindah  status.

3. Partisipasi : Masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang kurang memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu cenderung pasif pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat modern keaktifan individu sangat
diperlukan  sehingga dapat memunculkan gagasan baru dalam pengambilan keputusan. Konsep yang disampaikan oleh Lerner tersebut semakin memperkokoh ciri masyarakat modern Schoorl, yaitu pluralitas dan demokrasi.Perkembangan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern baik yang diajukan oleh Schoorl maupun Dube tak ubahnya analogi pertumbuhan biologis mahkluk hidup, suatu analogi yang disampaikan oleh Spencer. Schoorl dan Dube yang keduanya sama-sama mengulas masalah modernisasi menunjukkan ada perbedaan pandangan.Schoorl cenderung optimis melihat modernisasi sebagai bentuk teori pembangunan bagi negara dunia ketiga, sebaliknya Dube mengkritik modernisasi dengan mengungkapkan  kelemahannya. Schoorl bahkan menawarkan modernisasi di segala bidang sebagai sebuah kewajiban negara berkembang apabila ingin menjadi negara maju, tidak terkecuali modernisasi pedesaan.
            Modernisasi yang lahir di Barat akan cenderung ke arah Westernisasi, memiliki tekanan yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu eksis, namun setidaknya akan muncul ciri kebudayaan barat dalam kebudayaannya (Schoorl, 1988). Schoorl membela modernisasi karena dengan gamblang menyatakan modernisasi lebih baik dari sekedar westernisasi. Dube memberikan pernyataan yang tegas bahkan cenderung memojokkan modernisasi dengan mengungkapkan berbagai kelemahan modernisasi, antara lain keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan. Lebih lanjut Dube menjelaskan kelemahan modernisasi antara lain :

1. Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara.

2. Tidak adanya indikator sosial pada modernisasi.

3. Keterlibatan negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadil
an sosial antara negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibicarakan.

4. Modernisasi yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak dapat diikuti oleh
semua negara.

5. Tidak
adanya indicator social pada modernisasi.

6. Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dengan mudah dari negara berkembang dengan
murah dan mudah.

            Keberhasilan negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk sumberdaya alam dari negara berkembang dengan murah dan mudah. Modernisasi tidak ubahnya seperti kolonialisme gaya baru dan engara maju diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain mengkritik modernisasi juga memberikan berbagai masukan untuk memperbaiki modernisasi.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan lebih “memanusiakan manusia”.

C. Modernisasi yang Sesuai dengan Islam

            Jika modernisasi merujuk pada moralitas, Muslim harus selektif. Modernisasi tak berseberangan dengan nilai dan ajaran Islam.Terutama, modernisasi yang merujuk pada kreasi dan penemuan baru. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bambang Suryadi, mengatakan bahwa dalam hal tersebut pandangan dan sikap Islam sudah sangat jelas. “Jika modernisasi didefinisikan sebagai kreasi dan penemuan baru, Muslim tak akan menolaknya,” kata Bambang yang juga merupakan doktor filsafat pendidikan dan konseling. Dalam hal ini, umat Islam bisa mempelajari modernisasi yang telah dilakukan Jepang. Misalnya, kata Bambang, modernisasi yang terkait dengan pengembangan teknologi. Modernisasi ini, dikembangkan sejalan dengan ppmhanjiunan manusia sehingga rtierangkum nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Bambang mengatakan, dari pengalaman kemajuan teknologi yang terjadi di Jepang, ada beberapa nilai modernisasi yang ada di masyarakat Jepang, seperti tepat waktu, disiplin, kejujuran, menghargai, kerja sama, transparansi, dan tanggung jawab.Walaupun teknologi terus mengalami perkembangan, kata Bambang, namun di Jepang nilai-nilai itu tetap dipegang teguh generasi penerus yang ada di Jepang.
Selain itu, kemajuan teknologi ini juga dipicu oleh keingintahuan yang besar dan juga sikap senang mempelajari ilmu.
Di sisi lain, Bambang mengingatkan, jika modernisasi itu merujuk pada moralitas dan cara hidup, Muslim harus selektif. Jadi, Muslim harus hati-hati dan jangan mengikutinya begitu saja. Karena aturan, norma, dan rujukan dalam Islam sangat jelas, yaitu hukum halal dan haram.Sebab, ungkap Bambang, saat ini ada salah pengertian tentang modernisasi di kalangan generasi Muslim. Generasi Muslim sekarang menganggap bahwa modernisasi terkait dengann moralitas dan gaya hidup. Di sisi lain, ada kalangan yang melakukan penentangan sangat
ekstrem.
            Penentangan itu, ujar Bambang, diwujudkan dalam bentuk pemberontakan dan terorisme melawan modernisasi. Bambang mengatakan, jika salah pengertian terhadap modernisasi dan perilaku penolakan berkembang di dunia Islam, sangat berbahaya bagi kehidupan manusia di dunia. Oleh karena itu, kata Bambang, dalam hal ini Muslim harus mampu mengikuti modernisasi yang tentu sesuai dengan prinsip Islam. Namun, jika modernisasi dalam artian moralitas dari gaya hidup itu tak sesuai islam, tinggalkan saja. Kalaupun menentang-nya, ujar Bambang, tak harus menunjukkan ketidaksesuaian itu dengan perilaku yang ekstrem. "Apalagi, pada dasarnya Islam datang ke dunia membawa pesan-pesan modernitas," katanya.Sementara itu, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Sukron Kamil, mengatakan, sisi lain modernisasi, di Jepang misalnya, didukung juga oleh modernisasi yang tak meninggalkan nilai-nilai budaya dan tradisi.Menurut Sukron, meski modernisasi telah terjadi di sana, namun masyarakatnya tak meninggalkan tradisi mereka.


BAB III
PENUTUP

D. Kesimpulan

            Secara literal istilah teologi berasal dari kata theos berarti Tuhan dan logos berarti kata, perkataan, percakapan, dan ilmu. Jadi, teologi berarti ilmu tentang Tuhan atau percakapan tentang Tuhan dan alam semesta. Teologi adalah upaya menyelidiki pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat Tuhan.

            Secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai perubahann masyarakat dari masyaraat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya.Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa diistilahkan dengan social planning.

            Dan islam harus pandai membaca zaman untuk menilai mana yang bisa diambil dari modernisasi dalam konteks moralitas sangatlah perlu sifat selektif agar modernisasi itu tidak menyimpang dari norma agama kita.


DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id/node/119916
http://www.in-christ.net/artikel/teologi/teologi_sebuah_definisi_ilmu
http://hati.unit.itb.ac.id/?p=53
http://irfanview.wordpress.com/
Esposito L Jonh. Islam dan Pembangunan, PT. Rineka Cipta: Jakarta
Esha Muhammad In’am. 2008. Teologi Islam – Isu-isu kontemporer. Malang: UIN-Malang Press









--------------------------------------
irchams1993group. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Free Web Hosting | Top Hosting