MAKALAH MATREALISTIS ~ Angkringan Digital

Jumat, 13 Juli 2012

MAKALAH MATREALISTIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Salah satu fitnah zaman modern dewasa ini ialah merebaknya ideologi materialisme. Ideologi ini berdasarkan gagasan bahwa materi, harta atau kekayaan merupakan tolok ukur mulia tidaknya seseorang. Semakin kaya seseorang berarti ia dipandang sebagai orang mulia dan semakin sedikit materi atau harta yang dimilikinya  berarti ia dipandang sebagai seorang yang hina dan tidak patut dihormati. Maka di dalam sebuah masyarakat yang telah diwarnai materialisme setiap anggota masyarakat akan berlomba mengumpulkan harta sebanyak mungkin dengan cara bagaimanapun, baik itu jalan halal, syubhat maupun haram.
Kita tidak bisa menyalahkan masa/waktu sebagaimana diterangkan oleh Rasullah SAW. Dalam sebuah hadits shahih. Modernisasi adalah suatu hal yg sah-sah saja krn berkembang berkreasi dan mencintai hal-hal yg serba baru adalah fitrah manusia. Namun ketika materialisme sebagai sebuah pandangan yg 100 persen bertolak belakang dengan Islam mendominasi jadilah hal-hal yg menyertai kehidupan modern menjadi problem buat kaum Muslimin. Kecantikan yg dipuja-puja kekayaan yg dipertuhankan pangkat dan jabatan yg begitu diagung-agungkan dan simbol-simbol materialisme lainnya adalah kenyataan yg menghinggapi kaum Muslimin. Sebagai kompetisi ada yg berjaya ada juga yg kalah. Dan yg terakhir mencoba menempuh jalur-jalur “tidak resmi” seperti dukun dan sihir.[1]
Dalam sebuah masyarakat berideologi materialisme semua orang manjadi sangat iri dan berambisi menjadi kaya setiap kali melihat ada orang berlimpah harta lewat di tengah kehidupan mereka. Persis sebagaimana masyarakat Mesir di zaman hidupnya seorang tokoh kaya-raya bernama Qarun digambarkan di dalam Al-Qur’an.


فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
 يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
”Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".(QS Al-Qashshash ayat 79)
Betapa dalamnya pesan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas. Andaikan setiap kita berpegang teguh kepada prinsip di atas niscaya masyarakat akan terhindar dari ideologi materialisme. Tidak mungkin akan muncul suatu anggapan bahwa harta merupakan tolok ukur kemuliaan seseorang. Setiap orang akan senantiasa rajin mensyukuri segenap karunia Allah yang telah diterimanya. Islam mengajarkan bahwa tolok ukur kemuliaan sejati ialah taqwa seseorang kepada Allah.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”. (QS Al-Hujurat ayat 13)
Orang-orang yang berilmu sangat sadar bahwa pahala dari Allah karena iman dan amal sholeh seseorang, jauh lebih utama dan berharga daripada sekedar harta dan kekayaan duniawi seperti yang dikumpulkan oleh seorang Qarun.  Itulah sebabnya tatkala pada akhirnya Allah mencabut hak kekayaan Qarun dengan mendatangkan bencana yang menghancurkan segenap kekayaan dan diri Qarun, barulah kaum awam yang jahil alias bodoh atau sempit wawasan itu memahami dan menyadari betapa bodohnya diri mereka karena tergiur menginginkan seperti yang dimiliki oleh Qarun.
Sosok Qarun dan siapapun yang memiliki mental dan sikap seperti dia, adalah sosok yang mengingkari nikmat Allah.Mereka menyangka bahwa kekayaan yang mereka kumpulkan merupakan hasil prestasi dirinya dan tidak ada kaitan dengan Allah yang Maha Menentukan pembagian rezeki manusia. Mereka tidak pernah besyukur kepada Allah akan rezeki yang diterima. Dan mereka tidak pernah memohon rezeki kepada Allah saat dirinya sedang mengalami kesulitan rezeki.Mereka hanya mengandalkan kemampuan dirinya sendiri dalam urusan materi.Mereka inilah kaum yang berideologi materialisme. Sungguh mateialisme tidak sama dengan Islam. Bersyukurlah kita orang beriman memiliki iman dan islam sebagai pegangan hidup. Alhamdulillahi rabbil-’aalamiin.[2]
1.2  RUMUSAN MASALAH
a.       Apa pengertian materialism ?
b.      Apa saja aliran-aliran materialisme?
c.       Apa saja macam-macam materialisme?
d.      Bagaimana perkembangan teori materialisme?
e.       Bagaimana pemikiran tokoh-tokoh materialisme?
f.       Bagaimana pandangan ulama muslim tentang materialisme ?

1.3   TUJUAN
a.       Agar kita tahu pengertian dan perkembangan materialisme itu sendiri
b.      Kita juga dapat mengetahui apa saja aliran-aliran, macam-macam, dan tokoh-tokoh teori materialism
c.       Agar kita tahu juga tentang pandangan islam dan pangdangan para ulama islam

BAB II
PEMBAHASAN


2.1  MATERIALISME
Materialisme yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan al maddiyah adalah satu trend pemikiran dan filsafat yang berkembang sebagai satu aliran dalam perkembangan filsafat Barat, sejak adanya warisan tradisi Yunani hingga kebangkitannya di era modern. Jadi, Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materialisme memandang bahwa materi itu adalah primer, sedangkan ide ditempatkan sebagai sekundernya. Sebab materi itu timbul atau ada lebih dulu, kemudian baru ide.
Kata materialisme berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata dasar matter (dalam bahasa Arab: maddah, atau benda, dalam bahasa Indonesia) dipadang oleh kaum matenalis di kalangan para pemikir dan filosuf, sebagai satu istilah filsafat yang berarti: kenyataan obyektif yang ada secara terpisah dari kesadaran dan terefleksi di dalamnya. Mereka menggambarkan bahwa materi (matter) mempunyai ukuran dan berat, yang memakan tempat, yang membentuk asal segala sesuatu dan unsur-unsumya. Mereka menggambarkan kesadaran manusia sebagai refleksi materi ini, yaitu unsur dasar pertama dalam wujud dan pengaruh. Sedangkan mental atau kesadaran bersifat sekunder dibanding dengan unsur dasar pertama ini.[3]
Oleh sebab itu, paham materialisme senantiasa mengantar penganutnya pada ateisme dan mengingkari adanya Tuhan Sang pencipta alam materi ini. Menurut mereka materi adalah sumber kesadaran dan pikiran bagi manusia yang menurut ungkapan ensiklopedi filsafat yang disusun oleh sejumlah ilmuwan pilihan dari Uni Sovyet tentang materialisme yang mengantar kepada ateisme, adalah bahwa materialisme filosofis meyakini bahwa materi bersifat primer sedangkan akal atau kesadaran bersifat sekunder dan termasuk dalam hal ini bahwa alam ini bersifat abadi, tidak diciptakan oleh Tuhan, bahwa alam ini tidak dibatasi oleh waktu dan ruang.
Karena paham materialisme berpegang pada keyakinan bahwa kesadaran dan akal adalah produk materi, maka akal dipandang sebagai refleksi dari alam eksternal.
Jika paham matenalisme sebagai trend filsafat yang mencapai puncak perkembangannya dan juga keekstrimannya dalam filsafat Marxisme yang dirumuskan pada abad 19 oleh Karl Marx (1818-1883) dan Frederik Angels (1820-1895), sebenarnya telah tumbuh dan berkembang dalam pemikiran filsafat Yunani jauh sebelum kelahiran Isa al-Masih ada dalam filsafat Thales (624-547 SM), Anaximenos (588-525 SM), dan Heraclitus (544-483 SM). Bagi para filosuf ini materi berdiri dengan sendirinya tanpa diciptakan oleh penciptanya.
Materialis Barat menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan di Barat merupakan dampak dari perkembangan kepercayaan pada materialisme. Banyak filosof Barat seperti Russell, Walter Oscar Lunberg, August Comte, Flamorion, Hegel, Marx dan yang lain menyatakan bahwa dasar perubahan tidak akan terwujud selama masih ada keyakinan pada wujud di balik materi, atau dengan kata lain, perubahan akan terwujud seiring penafian kepercayaan pada metafisika dan Tuhan.
Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT dan yang diajarkan kepada umatnya melalui utusannya, yakni Nabi Muhammad SAW, menolak beberapa argumen filosof Barat yang menyatakan bahwa agama tidak mampu menjadi ideologi perubahan. Islam tidak sedikit melahirkan ilmuan-ilmuan yang telah menyinari sejarah dunia.Ibnu Sina dengan ilmu kedokterannya, Ibnu Rusd yang memberi pencerahan kepada benua Eropa, Al-farabi, Al-Kindi, Al-Ghozali dan yang lainnya.
Ilmu pengetahuan ilmiah yang dimilikinya tidak harus mereka beraliran materialis dan harus manafikan kepercayaan pada Tuhan.Mereka juga tidak harus menyakini bahwa agama adalah candu masyarakat, sepanjang sejarah adalah pertentangan antara pihak penindas dan tertindas, kaya dan miskin. Justru dengan ilmu penetahuan mereka dapat meningkatkan rasa ketakwaan pada Allah. Paskah Revolusi Iran tahun 1979 telah membuktikan kepada dunia bahwa perubahan tidak hanya dapat dilakukan oleh semangat materialisme, akan tetapi perubahan juga dapat dilakukan dengan semangat agama.
Ajaran-ajaran Islam adalah ajaran yang mampu memenuhi kurioritas manusia dengan baik. Para filosof Islam telah mendirikan madzhab pemikiran yang rasional dan energik dalam domain permasalahan ini di bawah lentera wahyu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Orang yang mengenal madzhab pemikiran ini tidak akan mengatakan bahwa maksud Sebab Pertama adalah sosok wujud yang menciptakan dirinya sendiri. Ia tidak akan pernah sedikitpun untuk berkata bahwa jika seluruh maujud karena Sebab Pertama maka siapa yang mewujudkan Sebab Pertama.
Maka dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan di Barat seiring dengan perkembangan materialisme adalah tidaklah dapat menjadi tolak ukur kebenaran mutlak yang harus diterima dan perubahan tidak hanya dapat dicapai dengan semangat agama.
Ada 5 dasar ideologi paham materialisme :
  1. Segala yang ada(wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi(ma’dah).
  2. Tidak meyakini adanya alam ghaib
  3. Menjadikan panca-indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
  4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
  5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlaq.[4]
2.2  ALIRAN-ALIRAN DALAM MATERIALISME
Aliran-aliran dalam materialisme maksudnya disini adalah bahwa kaum materialisme tidak seluruhnya dari dulu sampai sekarang dalam satu konsep pendapat yang tetap. Adapun aliran-aliran dalam materialisme adalah :
2.2.1     Materialisme lama
Aliran ini adalah aliran materialisme yang lenih dulu munul. Aliran ini berpendapat bahwa alam adalah unsure yang terbentuk dari atom materi yang berada sendiri dan bergerak. Aliran ini juga menggunakan energisme, yakni mengembalikan segala bentuk sesuatu pada energi. Mereka juga berpendapat bahwa manusia sama halnya seperti kayu dan batu.

2.2.2     Materialisme modern
Aliran ini adalah aliran yang lebih modern, yang beberapa hal tidak sesuai dengan pendapat para pendahulunya. Aliran ini berpendapat bahwa alam (universal) merupakan kesatuan material yang tak terbatas. Alam, termasuk didalamnya segala materi dan energi selalu ada dan akan tetap ada . dan alam (world) adalah realitas yang keras, dapat disentuh, material, objektif, yang dapat diketahui manusia. Materialisme juga mengatakan bahwa jiwa (self) ada setelah materi, jadi psikis manusia merupakn salah satu gejala dari materi yang ada.

2.2.3     Materialisme Dialektis/ Histories
Materialisme aliran ini adalah aliran atau ajaran dari Karl Marx (1818-1883), sehingga aliran ini juga sering disebut dengan aliran Marxisme. Adapun pokok-pokok ajaran aliran ini adalah :
1.     Teori materialisme histories.
2.     teori nilai dan teori lebih.
3.     perjuangan kelas (class struggle).
Adapun disebut dengan materialisme Dialektis adalah falsafah Karl Marx bahwa keadaan peristiwa kehidupan akan berubah, seperti layaknya benih pohon yang akan berusaha berubah wujudnya menjadi pohon. Sedangkan yang disebut dengan materialisme Historis adalah menurut teorinya arah yang ditempuh oleh sejarah sama sekali ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang materil. Marx berkeyakinan bahwa arah sejarah manusia akan menuju pada satu arah yakni komunisme. Dengan kata lain segala kepemilikan pribadi akan diganti dengan kepemilikan bersama. Dalam hal ini, Marx mengemukakan teori Tese, Antitese, dan Sintese.

2.3  MACAM-MACAM MATERIALISME

1.      Materialisme rasionalistik, Materialisme rasionalistik menyatakan bahwa seluruh realitas dapat dimengeti seluruhnya berdasarkan ukuran dan bilangan (jumlah).
2.      Materialisme mitis atau biologis, Materialisme mitis atau biologis ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa material terdapat misteri yang mengungguli manusia. Misteri itu tidak berkaitan dengan prinsip immaterial.
3.      Materialisme parsial, Materialisme parsial ini menyatakan bahwa pada sesuatu yang material tidak tedapat karakteristik khusus unsur immaterial atau formal.
4.      Materialisme antropologis, Materialisme antropologis ini menyatakan bahwa jiwa itu tidak ada karena yang dinamakan jiwa pada dasarnya hanyalah materi atau perubahan-perubahan fisik-kimiawi materi.
5.      Materialisme dialektik, Materialisme dialektik ini menyatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri dari materi. Berarti bahwa tiap-tiap benda atau atau kejadian dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material. Salah satu prinsif di materialisme dialektik adalah bahwa perubahan dalam kuantitas. Oleh karena itu, perubahan dalam materi dapat menimbulkan perubahan dalam kehidupan, atau dengan kata lain kehidupan berasal dari materi yang mati. Semua makhluk hidup termasuk manusia berasal dari materi yang mati, dengan proses perkembangan yang terus-menerus ia menjadi materi yang memiliki kehidupan. Oleh karena itu kalau manusia mati, ia akan kembali kepada materi, tidak ada yang disebut dengan ke hidupan rohaniah. Ciri-ciri materialisme dialektik mempunyai asas-asas, yaitu :
o   Asas gerak
o   Asas saling berhubungan
o   Asas perubahan dari kuantitaif menjadi kualitatif
o   Asas kontradiksi intern.
6.      Materialisme historis, Materialisme histories ini menyatakan bahwa hakikat sejarah terjadi karena proses-proses ekonomis. Materialisme dialektik dan materialisme histories secara bersamaan menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyangkut sejarah rohani dan perkembangan manusia hanya merupakan dampak dan refleksi-refleksi aktivitas ekonomis manusia. Materialisme historis ini berdasarkan dialektik, maka semua asas materialisme dialektik berlaku sepenuhnya dalam materialisme histories.
7.      Materialisme sebagai teori menyangkal realitas yang bersifat ruhaniah, sedangkan materialisme metode mencoba membuat abstraksi hal-hal yang bersifat imaterial.

2.4  DASAR PEMIKIRAN KAUM MATERIALISME

1.      Bersifat empirisme, yakni memahami sesuatu atas dasar akal dan indera saja.
2.      Bersifat naturalisme, yakni semua adalah alamiah.
3.      Alam merupakan semesta yang bersifat abadi dan sebagai keseluruhan tidak terarah secara lurus kepada satu tujuan tertentu.
4.      Jiwa merupakan gejala dari materi.
5.      Semua peruahan yang terjadi bersifat kepastian semata.
6.      Subtansi-subtansi materi merupakan penyusun utama sebuah materi, dalam hal ini adalah atom.



2.5  PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH MATERIALIS
2.5.1     Karl Marx (1818-1883)
Marx lahir di Trier Jerman pada tahun 1818.ayahnya merupakan seorang Yahudi dan pengacara yang cukup berada, dan ia masuk Protestan ketika Marx berusia enam tahun. Setelah dewasa Marx melanjutkan studinya ke universitas di Bonn, kemudian Berlin. Ia memperoleh gelar doktor dengan desertasinya tentang filsafat Epicurus dan Demoktirus. Kemudian, ia pun menjadi pengikut Hegelian sayap kiri dan pengikut Feurbach. Dalam usia dua puluh empat tahun, Marx menjadi redaktur Koran Rheinich Zeitung yang dibrendel pemerintahannya karena dianggap revolusioner. Setelah ia menikah dengan Jenny Von Westphalen (1843) ia pergi ke Paris dan disinilah ia bertemu dengan F.Engels dan bersahabat dengannya. Tahun 1847, Marx dan Engels bergabung dengan Liga Komunis, dan atas permintaan liga komunis inilah, mereka mencetuskan Manifesto Komunis (1848).
Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, system produksi merupakan hal yang fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-xita politik atau teologi yang berlebihan, melainkan suatu system produksi. Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas, perjuangan kelas yang tertindas melawan kelas yang berkuasa. Pada waktu itu Eropa disebut kelas borjuis. Pada puncaknya dari sejarah ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut Marx adalah masyarakat komunis. Pandangan Marx tentang agama, sama seperti halnya Feurbech, yang memandangagama sebagai proyeksi kehendak manusia. Perasaan atau gagasan keagamaan merupakan hasil kemauan suatu masyarakat tertentu, yang berada di dunia sekarang ini. Agama dihasilkan oleh masyarakat, oleh Negara, oleh perorangan, bukan berasal dari dunia ghaib. Pandangan ini terutama yang paling bertentangan dengan ajaran Pancasila.

2.5.2     Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Thomas Hobbes materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh karena keduanya hanyalah pancaran dari materi. Dapat dikatakan juga bahwa materialisme menyangkal adanya ruang mutlak lepas dari barang-barang material.

2.5.3     Hornby (1974)
Menurut Hornby materialisme adalah theory, belief, that only material thing exist (teori atau kepercayaan bahwa yang ada hanyalah benda-benda material saja).

Sebagian ahli lain mengatakan bahwa materialisme adalah kepercayaan bahwa yang ada hanyalah materi dalam gerak. Juga dikatakan kepercayaan bahwa pikiran memang ada, tetapi adanya pikiran disebabkan perubahan-perubahan materi. Materialisme juga berarti bahwa materi dan alam semesta tidak memiliki karakteristik pikiran, seperti tujuan, kesadaran, niat, tujuan, makna, arah, kecerdasan, kemauan atau upaya. Jadi, materialisme tidak mengakui adanya entitas nonmaterial, seperti roh, hantu, malaikat. Materialisme juga tidak mempercayai adanya Tuhan atau alam supranatural. Oleh sebab itu, penganut aturan ini menganggap bahwa satu-satunya realitas yang ada hanyalah materi. Segala perubahan yang tercipta pada dasarnya berkausa material. Pada ekselasi material menjadi suatu keniscayaan pada being of phenomena. Pada akhirnya dinyatakan bahwa materi dan segala perubahannya bersifat abadi.
2.5.4     Van Der Welj (2000)
Van Der Welj mengatakan bahwa materialisme dengan menyatakan bahwa materialisme ini terdiri atas suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai aleh hukum-hukum fisika-kimiawi. Bahkan, terbentuknya manusia sangat dimungkinkan berasal dari himpunan atom-atom tertinggi. Apa yang dikatakan kesadaran, jiwa, atau roh sebenarnya hanya setumpuk fungsi kegiatan dari otak yang bersifat sangat organik-materialistis.[5]
Pada asasnya, pandangan materialisme ini memutlakkan hasil-hasil ilmu pengetahuan alam atau Naturwissenschaft sehingga muncullah pandangan dunia atas dasar ilmu-ilmu tersebut, yaitu naturalisme yang menolak segala jenis instansi supernatural. Pandangan ini sangat menarik perhatian banyak orang, terutama karena sebagian dari mereka sudah jemu terhadap spekulasi yang metafisis, abstrak serta kabur. Sebaliknya, orang ingin kembali pada yang konkret, real dan nyata.
Pandangan ini telah menunjukkan jasa-jasanya yang harus diakui, namun menurut Langeveld (1959), para pengikutnya kurang menyadari terhadap dua hal, yaitu sebagai berikut :
1. Pada asasnya, pandangan ini justru berdasarkan pandangan metafisis tertentu.
2. Ilmu pengetahuan alam tidak memberikan gambaran kenyataan yang konkret, tetapi hanya memberikan aspek-aspek tertentu atas dasar lambang-lambang tertentu. Suatu fakta tidak pernah merupakan kenyataan yang konkret, tetapi hanya suatu aspek berdasarkan pertanyaan yang dikemukakan terhadap kenyataan konkret.
Setidaknya ada 5 dasar ideologi yang dijadikan dasar keyakinan paham Materialisme ini, yaitu :
1. Segala yang ada(wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi (ma’dah).
2. Tidak meyakini adanya alam ghaib
3. Menjadikan panca-indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu
4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakkan hukum
5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.[6]
2.6  PANDANGAN ULAMA MUSLIM
Penyimpangan masyarakat ilmiah dari tujuan semula disebabkan oleh dominasi filosofi materialis dalam budaya Barat abad ke-19, yang muncul akibat suatu kondisi sosial dan politis. Sehingga muncullah pandangan-pandangan dari para ulama muslim.

2.6.1     Hasan Al-Bana
Pemikiran Islam telah menawarkan perubahan dalam rentang sejarahnya, kepada sikap pemikiran Barat dalam masalah ini.Tradisi Islam tidak mengenal paham materialisme dan filosuf-filosuf materialis, bahkan Bahasa Arab tidak mengenal makna filosofis untuk istilah materi (maddah) dan tidak juga mengenal materialisme dalam tradisi klasik dan abad pertengahan.Istilah ini dengan pengertian ini baru dikenal dalam kamus-kamus yang rnencatat peradaban Islam pada era modern ini sebagai akibat dari pengaruh filsafat Barat yang datang bersamaan dengan kontak kaum Muslimin dengan Barat pada masa penjajahan.
Kata maddah (materi) dalam istilah Bahasa Arab adalah tambahan yang bersambung dan segala sesuatu yang menjadi bantuan untuk yang lainnya. Sedangkan para penganut paham filsafat yang mengingkari sang Pencipta dan tidak meyakini selain realitas yang bersifat indrawi sebagai jalur pengetahuan, diistilahkan dengan addahriyin, yaitu mereka yang menggunakan jalan memperoleh pengetahuan hanya dengan fenomena lahiriah kehidupan dunia, atau aspek materiilnya saja, dan mereka mengembalikan segala pengaruh kepada dahr yang artinya masa :
“Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa (dahr) dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al Jatsiyah: 24)
Islam bersikap menolak dan menentang terhadap kelompok dahriyin ini mulai dari pemeluk agama-agama Timur seperti Sumnisisme di India yang meyakini bahwa hanya indra yang manjadi satu-satunya jalan memperoleh pengetahuan, dan perkembangan selanjutnya berakhir pada paham naturalisme yang meyakini adanya kontradiksi antara proses sebab akibat pada segala sesuatu dan adanya sebab pertama (first cause) yang menciptakan segala sesuatu ini termasuk sebab musababnya. Al Jahizh (780-869) telah banyak menerangkan pembahasan tentang tidak adanya kontradiksi antara tauhid dan alam, begitu pula Ibnu Sina (980-1037) telah memadukan antara sebab akibat materi pada benda ciptaan karya llahi. Ia mengakui tentang adanya materi tetapi menafikan materi memiliki sifat menciptakan dan mengadakan, dengan mengatakan: “Materi meskipun menjadi penyebab bagi benda, ia bukan suatu sebab yang memberi wujud.”
Medan aplikasi paham materialisme Barat modern telah meluas mencakup ilmu jiwa, dengan mengembalikan kondisi perasaan pada fenomena fisiologis, ilmu akhlak, dengan mengajak manusia untuk membatasi upaya pada kesejahteraan materiil saja, dengan merujuk fenomena historis dan sosial pada realitas ekonomi sebagai asasnya, sebagaimana yang terdapat dalam paham materialisme historis, disamping paham materialisme dialektik yang memberi interpretasi wujud sebagai satu proses perkembangan yang terus menerus bagi materi baik dalam kuantitas maupun kualitas. Akan tetapi paham materialisme ini dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan Barat, mengalami set back sejak dasawarsa duapuluhan abad ini dan tepatnya setelah datang masa kejayaan teori relativisme Einstein (1879-1955).


2.6.2     Harun Yahya
Pada awal tahun 1980-an, dia mengumpulkan beberapa mahasiswa untuk berbagi pemikiran mengenai Islam. Para mahasiswa itu berasal dari keluarga di Istanbul yang kaya dan aktif secara sosial. Dari tahun 1982 sampai 1984, dia membentuk bentuk kelompok yang terdiri dari 20 sampai 30 orang. Kelompok itu juga diikuti oleh para pelajar sekolah menengah swasta yang berasal dari keluarga yang terkemuka dan aktif secara sosial dengan status ekonomi yang tinggi yang baru saja menjadi relijius. Edip Yüksel menyebut bahwa Adnan Oktar mengajar "dengan lembut dan dalam cara yang modern kepada anak-anak dari kelas sosial atas itu, tanpa mengintimidasi mereka...versi halus dan urban dar Said Nursi."
Dalam pengajaran keagamaannya, dia menentang Marxisme, komunisme dan filsafat materialistis. Dia menekankan pentingnya menyanggah teori evolusi dan Darwinisme karena dia merasa bahwa hal itu telah menjadi ideologi yang digunakan untuk menyeabrkan materialisme dan ateisme, serta berbagai ideologi terkait lainnya. Dia secara pribadi mendanai pamflet yang berjudul Teori Evolusi yang menggabungkan "mistisisme dengan retorika ilmiah."[7]
Pada tahun 1986 dia masuk ke Jurusan Filsafat di Universitas Istanbul. Berita mengenai Adnan muncul di majalah Nokta (Titik). Diberitakan bahwa dia mengumpulkan kawan-kawannya dan menggelar pengejarannya di sebuah masjid. Banyak mahasiswa, kebanyakan dari Universitas Bosforus, salah satu uinversitas paling bergengsi di Turki, ikut berpartisipasi. Nama Adnan Oktar mulai muncul secara rutin di media massa, kadang-kadang sebagai kepala berita. Pada tahun itu juga dia menerbitkan sebuah buka berjudul Yudaisme dan Freemansory, berdasarkan teori konspirasi bahwa media, kelompok politik, universitas, dan lembaga negara dipengaruhi oleh suatu "kelompok tersembunyi".[15] Di kemudian hari, topik-topik semacam itu banyak ditulis olehnya.
Oktar telah menulis banyak buku dengan menggunakan nama pena Harun Yahya (Harun dan Yahya), yang isinya menentang teori evolusi Charles Darwin. Ia juga berpendapat bahwa teori evolusi secara langsung berkaitan dengan kejahatan-kejahatan materialisme, Naziisme dan komunisme. Perlu dicatat bahwa Harun Yahya tidak memiliki pendidikan dalam Biologi atau ilmu lain yang relevan dengan konsep evolusi. Kebanyakan argumen dalam pandangan anti evolusi Harun Yahya mengutip dan identik dengan argumen-argumen anti evolusi (kreasionisme) yang diajukan sejumlah kelompok Kristen tertentu yang menolak evolusi, yang telah sering dibantah oleh komunitas ilmiah. Tulisan Harun Yahya mengenai evolusi berusaha memberi kesan ilmiah, namun tidak mengikuti standar ilmiah dalam mencakup pembahasan yang seimbang mengenai argumen kedua belah pihak dalam masalah evolusi. Buku-buku Oktar yang berkaitan dengan iman berusaha untuk mengkomunikasikan keberadaan dan keesaan (Tauhid) Allah menurut iman Islam, dan ditulis dengan maksud utama memperkenalkan Islam kepada mereka yang tidak mengenal agama ini. Setiap bukunya yang berkaitan dengan sains menekankan pandangan-pandangannya tentang keperkasaan, kedalaman, dan keagungan Allah secara terinci. Buku-buku ini berusaha memperlihatkan bagi kaum non Muslim apa yang diklaim Oktar sebagai tanda-tanda keberadaan Allah, dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Sebuah sub kelompok di dalam seri ini adalah seri "Buku-buku yang Menghancurkan Kebohongan Evolusi". Tujuan utama buku-buku ini adalah menyerang gagasan-gagasan Materialisme, Evolusi, Darwinisme, dan ateisme. Dan sudah diketahui bahwa Harun Yahya sangat menolak Materialisme.
2.6.3     Ibnu Sina
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Hasan bin Ali bin Sīnā (dalam tulisan arab : أبو علي الحسين بن عبد الله بن حسن بن علي بن سينا). Ibnu Sina lahir pada  370 H di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran). Bagi banyak orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran[8]. Meskipun beliau lebih terkenal di bidang kedokteran namun dia juga terkadang mempunyai pandangan terhadap materialism.
Sebagaimana yang telah dikemukakan Ibnu Sina, hidup sezaman dengan gelombang materialisme yang secara fundamental mengingkari jiwa atau mengganggapnya sebagai benda atau aksidensia bagi tubuh. Hal ini mendorong Ibnu Sina untuk a) meluruskan kesalahan pandangan materialisme tersebut dan meneliti, b) menetapkan esensialitas dan spiritualitas jiwa, c) menetapkan bahwa didalam wujud spiritual yang abstrak ini ada hal-hal yang mengharuskan adanya keabadian dan kekekalan. Tidak jauh berbeda dengan kaum materialis tersebut adalah orang yang sezaman dengannya yang mengatakan reinkarnasi, karena mereka menghubungkan jiwa dengan badan dalam suatu korelasi yang menjadikan jiwa sebagai aksidensia atau yang menyerupainya bahka mereka tidak mengakui bahwa jiwa mempunyai wujud tersendiri. Karena itulah Ibnu Sina harus menolak reinkarnasi dengan memberikan buku yang menunjukkan kesalahannya.[9]
Ibnu Sina menyimpulkan bahwa nafs manusia memiliki eksistensi sendiri, suatu eksistensi yang bersifat immateri yang memberikan kesempurnaan terhadap jasad yang bersifat materi. Ini berarti secara tidak langsung ia menolak pendekatan materialisme dalam memahami nafs manusia.
2.6.4     Imam Al-Ghazali
Menurut Imam Al-Ghazali, materialistis tidak selalu tentang materi tapi materialistis juga bias menyerang ilmu pengetahuan juga. Hujjatul Islam imam al-Ghazali pernah mengatakan, orang yang menuntut ilmu itu ada tiga macam: pertama, orang yang menuntut ilmu semata-mata karena ingin mendapatkan bekal pulang menuju akhirat. Kedua, orang yang belajar dengan niat mencari sesuatu untuk  menopang kehidupan duniawi, dan memperoleh kemuliaan serta jabatan hormat. Ketiga, orang yang menjadikan ilmunya sebagai sarana memperbanyak harta, bermegah-megahan dengan kedudukan, berbangga-banggahan dengan banyaknya pengikut, mengaku ulama dan tidak merasa perlu bertaubat, karena menganggap dirinya muhsinun (orang-orang baik) (Lihat Bidayatul Hidayah).
Golongan pertama adalah golongan orang-orang yang memahami konsep ilmu dengan benar. Sehingga tujuan mencari ilmu pun tidak pernah kosong dari niat untuk menghilangkan kebodohan dalam diri dan mencari ridlo Ilahi. Golongan kedua dan ketiga adalah kelompok penuntut ilmu yang materialis, mencari ilmu untuk duniawi. Jika konsep materialisme tertanam dalam diri thalabul ilmi, maka al-Ghazali memastikan ketika ia menjadi ulama, ia akan menjadi sosok ulama suu’ (ulama’ jahat). Yakni ulama yang tidak beradab. Pada awal babnya di kitab Ihya ulum al-Din al-Ghazali mendahului uraiannya yang panjang mengenai ilmu. Konon, salah satu faktor utama al-Ghazali menulis kitab itu adalah karena keprihatinan al-Ghazali melihat kelesuan umat saat itu yang sedang menghadapi perang salib. Kekalahan umat Islam dalam perang itu oleh al-Ghazali tidak dilihat dari sisi kelemahan militer tentara Islam.
Namun, dengan cerdas beliau melihat sisi terdalam dari kelesuan itu, yakni kelemahan umat Islam dalam bidang ilmu. Sehingga, lahirlah orang-orang hedonis, materialistik dan pragmatis. Selanjutnya al-Ghazali menerangkan tipologi ilmu ketika dipelajari, ilmu akan mengkristal menjadi dua fenomena besar, menurut niatnya masing-masing. Pertama, ilmu yang dipelajari tidak karena Allah (li ghari lillah) memiliki karakteristik zann dan syakk (keragua-raguan). Orangnya akan puas dengan tujuan-tujuan eksternal, fisik atau material. Akibatnya, timbul kegelisahan dalam jiwa:khawf (takut pd prasangka yang tidak diketahui); huzn; khusr; (kesempitan hidup, derita dalam diri dan akal, depresi); hamm (risau pada bencana yang akan menimpa); ghamm; ‘usr; khasrah (penyesalan tanpa kesudahan). Kedua, ilmu yang dipelajari semata karena Allah (lillah). Ilmunya akan menanamkan i’tiqad imani yang kuat dalam hati. Sehingga orang dengan niat ini memiliki semangat yang tinggi, tidak cepat puas dalam pencapaian ilmunya. Hasilnya adalah  yaqin, sukun nafs (ketenangan jiwa) , khasyatullah (takut pada Allah).
Adapun beberapa kritik yang menentang dari para ulama muslim yang dilontarkan tersebut adalah sebagai berikut :
v  Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengna sendirinya dari chaos (kacau balau). Padahal, kata Hegel, kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau namanya.
v  Materialism menerangkan bahwa segala kejadian atau peristiwa diatur oleh hukum alam. Padahal pada hakikatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
v  Materialism mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukan adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu Tuhan.
v  Materialism tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani paling mendasar sekalipun.[10]
            Dan bahwasnya semua ulama muslim menentang pada kehidupan materialsime yang hanya memikirkan diri sendiri tanpa peduli pada orang lain,
BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
                  Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Oleh sebab itu, paham materialisme senantiasa mengantar penganutnya pada ateisme dan mengingkari adanya Tuhan Sang pencipta alam materi ini. Materialis Barat menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan di Barat merupakan dampak dari perkembangan kepercayaan pada materialisme. Banyak filosof Barat seperti Van Der Welj, Hornby, Thomas Hobbes, Flamorion, Hegel, Marx dan yang lain menyatakan bahwa dasar perubahan tidak akan terwujud selama masih ada keyakinan pada wujud di balik materi, atau dengan kata lain, perubahan akan terwujud seiring penafian kepercayaan pada metafisika dan Tuhan.
                  Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT dan yang diajarkan kepada umatnya melalui utusannya, yakni Nabi Muhammad SAW, menolak beberapa argumen filosof Barat yang menyatakan bahwa agama tidak mampu menjadi ideologi perubahan. Islam tidak sedikit melahirkan ilmuan-ilmuan yang telah menyinari sejarah dunia.Ibnu Sina dengan ilmu kedokterannya, Ibnu Rusd yang memberi pencerahan kepada benua Eropa, Al-farabi, Al-Kindi, Al-Ghozali dan yang lainnya.
Ajaran-ajaran Islam adalah ajaran yang mampu memenuhi kurioritas manusia dengan baik. Para filosof Islam telah mendirikan madzhab pemikiran yang rasional dan energik dalam domain permasalahan ini di bawah lentera wahyu al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Orang yan mengenal madzhab pemikiran ini tidak akan mengatakan bahwa maksud Sebab Pertama adalah sosok wujud yang menciptakan dirinya sendiri. Ia tidak akan pernah sedikitpun untuk berkata bahwa jika seluruh maujud karena Sebab Pertama maka siapa yang mewujudkan Sebab Pertama. Maka dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan perkembangan materialisme dan perubahan tidak hanya dapat dicapai dengan semangat agama.


DAFTAR PUSTAKA

Ø  Mustofa, A. 1997  Filsafat Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Ø  Jalaludin dan Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama
Ø  Wiramihardja, Sutardjo A., 2006, Pengantar Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama
Ø  Ghalib, Musthafa, 1979, Ibnu Sina, Beirut: Maktabatu al-Hilal.
Ø  Daudy, Ahmad,  1986, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang
Ø  Leaman, Oliver, 2001, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, Bandung: Mizan
Ø  Ibrahim Madkour, 2002, Filsafat Islam, Metode dan Penerapan Jakarta: RajaGrafindo Persada
Ø  Ali Maksum,2008, Pengantar Filsafat, Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Ø  http://mbegedut.blogspot.com/2010/11/materialisme-dalam-filsafat-filsafat.html






[1] Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Sebuah Pendekatan Tematis, Bandung: Mizan, 2001)

[2] A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997).

[3]  Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), hal.355-356
[4] Fales, Evan. "Naturalism and Physicalism", in Martin 2007, hal. 122–131.
[5] Abdul Rozak, Filsafat Umum. Bandung: Gema Media Pusakatama (2002)
[6] Fales, Evan.”Naturalism and Physicalism”, in Martin 2007, hal. 122-131

[7] Harun Yahya, LIFE STORY OF ADNAN OKTAR (2004)
[8] Musthafa Ghalib, Dr., Ibnu Sina, (Beirut: Maktabatu al-Hilal, 1979), hal. 17
[9] Ibrahim Madkour, Filsafat Islam, Metode dan Penerapan (Jakarta: RajaGrafindo Persada), 254-256
[10] Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2008), hal.355-356

lebih jelasnya download disini MAKALAH MATREALISTIS

0 komentar:

Posting Komentar

--------------------------------------
irchams1993group. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Free Web Hosting | Top Hosting