PINGITAN PENGANTIN DI DESA MADURAN LAMONGAN ~ Angkringan Digital

Jumat, 13 Juli 2012

PINGITAN PENGANTIN DI DESA MADURAN LAMONGAN

BAB I
PENDAHULUAN
       1.1  Latar Belakang
Pernikahan merupakan pintu gerbang untuk memasuki kehidupan baru yang sah menurut kaca mata agama islam bagi pria dan wanita. Pernikahan bagi masyarakat jawa sendiri diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali dalam seumur hidup.[1] Kebiasan dan budaya memang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat disamping berhubungan orang lain, masyarakat juga berhubungan dengan namanya budaya. Hubungan ini tidak dapat dipisahkan karena budaya itu sendiri tumbuh dan berkembang didalam ruang lingkup kehidupan masyarakat. Tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri. Adapun tradisi yang sebagian dilakukan oleh masyarakat Ds. Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan sebelum dilangsungkannya perkawinan  untuk mengusir ketakutan dan kekhawatiran sebelum menuju jenjang perkawinan adalah memingit mempelai sebelum hari H. Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki dunia yang bernama Rumah Tangga. Masa-masa menjelang pernikahan merupakan masa kritis bagi calon mempelai. Maka dari itu calon mempelai dilarang kemana-mana, maksudnya adalah agar pengantin aman terpantau dan segar bugar. Peneliti pun menentukan judul yang sesuai yaitu “ TRADISI PINGITAN DI DESA MADURAN KAB. LAMONGAN “.



        1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pingit pengantin ?
b.      Bagaimana prosesi “pingit pengantin” yang dilakukan oleh masyarakat Desa Maduran ?
c.       Bagaimana pandangan masyarakat Desa Maduran terhadap “pingit pengantin”?
        1.3  Tujuan Penelitian
-          Untuk mengetahui prosesi pingit pengantin itu sendiri
-          Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pingit pengantin
-          Untuk menyingkapi hal-hal dimasyarakat terhadap realitas kultur yang berkaitan dengan ajaran islam.
           1.4  Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan adalah serangkaian urutan yang terdiri dari beberapa uraian yang mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam pembahasan terdiri dari empat bab :
BAB I PENDAHULUAN,  dalam bab ini akan dijelaskan secara singkat tentang tradisi “pingit pengantin” yang berada di Desa Maduran Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan. Latar belakang ini berguna untuk memberikan gambaran kepada pembaca dan memberikan penilain tentang objek penelitian layak untuk diteliti atau tidak. Setelah itu memberikan gambaran lewat pertanyaan – pertanyaan yang tidak terlepas dari esensi judul dan ini dinamakan Rumusan Masalah. Setelah itu menjelaskan tentang Tujuan Penelitian, hal ini dimaksudkan agar dalam melakukan penelitian, penelit tidak terlepas apa yang ditujukan sebelumnya dan Tujuan Penelitian ini juga tidak terlepas pada Rumusan Masalah.
BAB II KERANGKA TEORI, dalam bab ini akan dijelaskan secara mendalam tentang tradisi “pingit pengantin” tersebut. Dimana akan dijelaskan definisi “pingit pengantin”, prosesi “pingit pengantin”, islam dan tradisi terseebut. Semua pembahasan ini berlandaskan teori yang ada.
BAB III PEMBAHASAN/ LAPORAN HASIL OBSERVASI, dalam bab ini berisikan laporan hasil penelitian, untuk mencapai hasil yang sempurna maka penulis akan menjelaskan tentang hasil observasi tersebut yang mana berisikan tentang Sejarah Desa, Sejarah Asal Usul Kebudayaan, Mitos yang Berkembang pada tradisi tersebut dan Penyajian Data yang berisikan prosesi pingit pengantin dari daerah tersebut.
BAB IV PENUTUP, merupakan rangkaian akhir dari sebuah penelitian. Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dimaksudkan sebagai hasil akhir dan perbandingan dari penelitian itu sendiri. Sedangkan saran merupakan harapan penulis kepada semua pihak agar penelitian yang dilakukan penulis dapat memberikan kontribusi yang maksimal serta sebagai masukan bagi akademisi.

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1  Pengertian Pingit Pengantin
Sengkeran atau Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki sebuah dunia yang bernama rumah tangga. Dipingit adalah istilah yang diterapkan pada calon pengantin agar tidak kemana-mana maksudnya adalah agar calon pengatin aman dan segar bugar. Pada dasarnya pingit pengantin itu sama antara daerah satu dengan daerah yang lain, namun pada pelaksanaannya saja yang berbeda.

2.2  Prosesi Pingit Pengantin Didaerah Lain
Prosesi tradisi pingit pengantin di daerah – daerah lain mungkin ada kesamaan dan mungkin juga ada perbedaan. Disini peneliti meberikan kemudahan kepada pemabaca untuk membandingkan antara prosesi dari daerah satu dengan daerah yang lainnya, yang antara lain :
a.       Proses Pingit Pengantin Adat Minahasa
Proses pingit pengantin adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon pengantin serta acara "Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malam muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi, karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon pengantin. Itu semua merupakan perawatan yang di lakukan disaat calon pengantin melakukan tradisi pingit pengantin.
b.      Proses Pingit Pengantin Kab. Blitar
Tradisi kebudayaan yang masih hidup sampai sekarang yaitu tradisi pingit pengantin yang mana merupakan rangkaian prosesi pernikahan adat jawa. Tradisi ini terdapat di Ds. Gogo Deso Kec. Kanigoro Kab. Blitar. Dimana yang sudah ditemukan pada penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak semua tata cara ini sesuai dengan islam, misalnya : ada tahap peningset, sasrahan dan acara siraman disaat pingit pengantin tersebut.
c.       Prosesi Pingit Pengantin di Solo
Saat-saat menjelang perkawinan, bagi calon mempelai putri dilakukan 'pingitan' atau 'sengkeran' selama lima hari, yang ada pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon  mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil cantik sehingga membuat pangling orang yang menyaksikannya.
d.      Prosesi Pingit Pengantin di Betawi (Jakarta)
Sebelum diadakan akad nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan rangkaian pra-akad nikah yang terdiri dari : Acara mandiin calon pengatin wanita yang dilakukan sehari sebelum akad nikah. Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, mempelai wanita dipingit dulu selama sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada masa pingitan itu, mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya kelak berjalan lancar.

2.3 Islam Dan Tradisi Pingit Pengantin
Manusia diciptakan didunia disertai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Diantaranya yaitu kebutuhan biologis. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini tercantum pada surat Adz Dzariyaat ayat 49 :
" Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah "
Allah telah menciptakan semua yang ada dibumi dengan berpasang-pasangan. Selayaknya laki – laki dan perempuan yang melakukan suatu prosesi pernikahan dan menjadi suami istri yang sah. Hubungan yang paling penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif adalah hubungan suami istri. Hubungan ekonomi, politik atau social senantiasa terbangun atas dasar hubungan ini karena hubungan suami istri merupakan inti dari semua bentuk hubungan. [2]
Islam adalah agama yang sempurna. Agama islam banyak mengatur syariat dalam kehidupan. Seperti halnya pernikahan yang dimana merupakan prosesi suci yang dilakukan oleh hamba Allah. Perkawinan merupakan sebuah fase peralihan kehidupan manusia dari masa remaja dan masa muda ke masa berkeluarga. Peristiwa tersebut sangatlah penting dalam proses intergrasi diri manusia di dalam alam semesta ini. Perkawinan merupakan cara yang  dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk melakukan hubungan seksual secara sah antara laki-laki dan perempuan serta cara untuk mempertahankan keturunan.[3]
Islam sudah mengatur semua itu agar kehidupan masyarakat menjadi tentram.[4] Pada prinsipnya perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami istri yang dengan memenuhi syarat dan ruang yang telah ditentukan oleh syariat islam.[5] Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk menciptakan ketentraman dan ketenangan, untuk memperoleh ketenangan, untuk memenuhi kebutuhan biologis dan untuk memperkokoh hubungan kelurga antar mertua dan masyarakat sekitar.[6]
Disinilah harus ditanamkan rasa saling menghargai, mengasihi, menyayangi, keikhlasan serta pengorbanan antara suami dan istri untuk mencapai tujuan tersebut. Suami dan istri mempunyai peranan dasar yang harus mereka jalankan. Tak ada seorang pun yang dapat melaksanakannya kecuali mereka sendiri. Keduanya harus saling berbagi dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain.[7] Pernikahan di Indonesia sangat beragam dan tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri. Seperti halnya sebelum pernikahan ada sebuah tradisi yang biasanya dilakukan yaitu pingit pengantin. Dimana pingit pengantin ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin pengantin untuk memasuki dunia baru yang dinamakan rumah tangga. Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab (33) :
 “ Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya ”.
Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian. Terdapat dalam sejarah dari dulu hingga kemudian. Dalam pingitan malu menjadi hiasan. Wajarlah bila ia menjadi primadona dan dambaan. Bukankah Allah ciptakan bidadari surga dalam pingitan. Pingitan sendiri sangat dianjurkan islam dan itu sudah ada dalam Al-Qur’an.


BAB III
PEMBAHASAN/ LAPORAN HASIL OBSERVASI

3.1  Sejarah Desa
Disini Desa yang saya buat penelitian yaitu Desa Maduran, dimana Desa Maduran terletak di Kab. Lamongan. Mungkin nama Desa Maduran sangat asing didengar ditelinga masyarakat luas. Tapi semua tidak berlaku pada masyarakat Kab. Lamogan. Hal tersebut dikarenakan lokasi Desa Maduran berada di Kab. Lamongan. Desa kecil yang masih asri yang dikelilingi oleh sawah dan tambak serta dekat dengan bantaran sungai Bengawan Solo ini  kaya akan hasil pertanian dan hasil tambaknya. Tanah yang subur didesa ini sangat mendukung para petani dalam bercocok tanam. Tak hanya kaya akan hasil agrarisnya tapi desa ini juga sangat penuh dengan historis dan tradisi. Banyak tradisi yang masih kental didesa ini seperti: tahlilan, iwak ngumbo, slametan hasil panen, tradisi sebelum dan sesudah kelahiran dll.
Desa Maduran merupakan desa yang terletak dekat dengan bantaran sungai Bengawan Solo. Jarak antara desa dengan Bengawan Solo kurang lebih 60 meter dan dibatasi dengan 2 tangkis sekaligus. Banyak cerita tentang desa ini dari orang-orang pendahulu. Sungai Bengawan Solo mungkin bisa menjadi saksi bisu awal mula desa ini. Nama Desa Maduran di ambil dari cerita yang terkenal didesa kami yaitu : “ MBOK RONDO DADAPAN ” seorang putri yang sangat elok dan disegani oleh rakyatnya. Pada waktu itu beliau mengadakan perjalanan dan tidak sengaja singgah disebuah  desa asing. Sang putri sangat senang dengan masyarakat desa tersebut. Hal tersebut  dikarenakan masyarakat didesa tersebut amat senang membantu dan memberikan apa yang mereka miliki pada pendatang termasuk sang putri.
Pada waktu itu sang putri ingin melanjutkan perjalanannya setelah singgah beberapa hari didesa asing tersebut. Disaat hendak ingin berangkat, ada seorang penduduk yang ingin memberikan sesuatu untuk sang putri untuk dijadikan bekal di perjalanan. Seorang penduduk tersebut membawa tong minuman yang berisikan madu, dimana dia membawa beberapa tong yang berisikan madu tersebut yang di taruh diatas gerobaknya. Dalam keadaan terburu-buru dengan maksud agar sang putri tidak berangkat terlebih dahulu, seorang penduduk tersebut mendorong gerobaknya dengan  cepat. Sewaktu seorang penduduk hampir sampai ditempat persinggahan sang putri, tanpa sengaja gerobak yang didorong dengan cepat tersebut menabrak batu kecil sehingga gerobak tersebut oleng dan tong yang berisikan madu tersebut tumpah berantakan di tanah. Pada waktu itu sang putri melihat dengan mata kepalanya dengan jelas dan dia menyebutnya dengan Madu Kelalaran yang artinya madu yang tercecer/ berantakan. Maka dari itu disebutlah Desa Maduran yang kepanjangannya Madu Kelalaran. Hingga saat ini desa tersebut dikenal dengan sebutan Desa “MADURAN”.

3.2  Sejarah Asal Usul Kebudayaan
3.2.1 Sejarah
Tradisi pingitan yang berasal dari Ds. Maduran Kab. Lamongan ini sebagian masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sampai sekarang. Tinjauan historis yang saya peroleh mencatat bahwa seorang gadis sampai usia 10 tahun terutama dari golongan priyayi yang ada didesa ini merupakan saat-saat kehidupan yang menyenangkan. Mereka leluasa bermain dengan teman dan tempat yang mereka senangi dalam batas-batas tertentu. Pendidikan yang mereka terima pada umumnya cukup dengan pelajaran agama. Kewajiban untuk masuk sekolah belum ada, karena sekolah jumlahnya masih sangat sedikit dan yang diutamakan adalah anak laki-laki. Pendidikan anak perempuan menurut adat-istiadat lebih terikat kepada lingkungan rumah. Semua kebebasan dan pendidikan yang dinikmati anak-anak gadis itu berakhir, begitu ia menginjak dewasa dan menjelang pernikahan.
Ukuran dewasa bagi gadis-gadis remaja yang hidup di daerah tropis atau daerah Lamongan ini sangat cepat, sekitar 10 sampai 12 tahun. Mulailah ia dipersiapkan untuk kehidupan berkeluarga dengan memasuki dunia pingitan. Pingitan adalah dunia wanita, dimana gadis-gadis kecil ini mulai belajar bekerja.
Bidang pekerjaannya adalah membantu ibu mereka mengasuh dan mengurus adik-adik mereka yang masih kecil, belajar memasak dan menjahit, serta kecakapan-kecakapan lain yang perlu dimiliki oleh seorang ibu rumah tangga. Rumah tangga adalah tiang masyarakat, dan masyarakat adalah tiang Negara, sebab itu setiap wanita harus menjadi ibu yang baik dan cakap dalam penanganan rumah tangga. Tradisi ini sudah ada pada zaman keraton atau zaman kerajaan yang dimana kerajaan itu terletak di Yogyakarta.
Pada zaman keraton Yogyakarta yang dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono yang pertama tradisi pingit pengantin ini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dan tradisi ini merupakan tradisi Jawa asli yang dijadikan sebagai tradisi turun temurun. Pada zaman dahulu para pendatang dari Yogyakarta dan Solo datang ke Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan dan membawa tradisi dan bahasa Jawa halus (krama inggil). Mereka tinggal berdampingan bersama masyarakat Desa Maduran dan kemudian mereka menikah dengan masyarakat Desa maduran tersebut. Dan disaat pernikahan tersebut semua adat dari Yogyakarta dan Solo diterapkan di acara pernikahan itu sehingga berbagai adat Jawa itu ada di Desa Maduran dan merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan sampai sekarang selama itu tidak keluar dari ajaran islam. dan sebagaimana kata orang-orang pendahulu bahwa Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian.
3.2.2 Pandangan Masyarakat Terhadap Tradisi Pingit Pengantin
Menurut data yang diperoleh peniliti dari beberapa informan ini adalah Pandangan masyarakat Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan hterhadap tradisi “Pingit Pengantin” tidak wajib dilaksanakan dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin dan persiapan diri bagi calon pengantin menuju hari pernikahannya. Karena dalam kaedah fiqh dijelaskan bahwasanya suatu tradisi bisa sebagai hujjah yang wajib dikerjakan jika tradisi itu digunakan oleh kebanyakan orang. Tradisi “pingit pengantin” ini termasuk Urf Shahih yakni tata cara/ tradisi yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’. Atau kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat Al-Qur’an dan Hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka. Dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka.

3.3  Mitos Yang Berkembang
Mitos yang berkembang di tradisi ini sangat unik. Nah, kenapa mereka tidak boleh keluar rumah? Menurut mitos, alasannya karena mereka memiliki ‘darah manis’ (atau darah manisan kata orang Banjar). Katanya orang yang mau menikah itu rentan terhadap marabahaya. Menurut kepercayaan jawa kuno banyak sarap, sawan, dan sambekala (penyakit yang tidak kelihatan) atau hal yang mencemaskan dan berbagai halangan sehingga pada sebagian masyarakat, ketika calon pengantin dipingit, juga dianjurkan minum “ jamu sawanan ” agar terhindar dari berbagai halangan, kecemasan, dan aneka penyakit.[8]
Sebenarnya musibah itun bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja. Baik kepada orang yang baru lahir, mau menikah, atau yang sudah tua, bisa saja kena musibah. Masalah mereka punya ‘darah manis’ atau darah pahit, saya selaku peneliti juga tidak tahu dengan pasti, Tapi peneliti ambil baiknya saja, mungkin dengan mengurung diri di rumah atau keluar rumah dengan jarak pendek, probabilitas batalnya pernikahan bisa diminimalkan.
3.4  Penyajian Data
Pada dasarnya masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling membutuhkan, karena manusia itu sendiri memiliki sifat social. Pola perilaku ini merupakan salah satu cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti orang lain.
Menurut data yang saya peroleh dari hasil observasi saya. Masa – masa menjelang pernikahan memang sangat kritis, banyak kecemasan dan kekhawatiran melanda masyarakat. Bisa jadi rencana yang telah direncanakan itu hancur gara sebuah masalah yang terjadi dan menurut orang jawa  tradisi pingit pengantin itu harus dilakukan pada serangkaian pernikahan adat jawa.
Tradisi pingitan oleh masyarakat Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan, seorang perempuan yang akan dinikahkan itu terlebih dahulu dipingit. Prosesi pingitan itu sendiri dilakukan setelah calon pengantin laki – laki melamar calon pengantin perempuan, jadi pingitan itu sendiri dilakukan setelah prosesi lamaran. Tradisi mengkarantinakan mempelai pengantin (biasanya perempuan) sebulan sebelum pernikahan.
Maksudnya dipingit disini bukan berarti si calon pengatin itu hanya bertapa atau berdiam diri, tapi si calon pengantin tersebut harus melakukan perawatan tubuh dan kulit agar disaat hari pernikahan nanti si calon pengantin tersebut terlihat sehat dan bugar (fresh). Tidak hanya merawat diri saja dalam prosesi ini calon pengantin hendaknya banyak melakukan dzikir dan berdoa kepada Tuhan agar tidak terjadi apapun terhadapnya hingga hari pernikahan nanti. Selain itu prosesi ini juga agar calon pengantin sehat dan tidak terserang penyakit serta agar siap mentalnya disaat hari H. Melakukan perawatan tubuh dan kulit. Dan juga untuk menjaga agar calon mempelai tidak melarikan diri. macam ada yang satu bulan, satu minggu sebelum perkawinan dilangsungkan.
BAB IV
PENUTUP
       4.1  KESIMPULAN
·         Tradisi yang sebagian dilakukan oleh masyarakat Ds. Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan sebelum dilangsungkannya perkawinan  untuk mengusir ketakutan dan kekhawatiran sebelum menuju jenjang perkawinan adalah memingit mempelai sebelum hari H.
·         Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki dunia yang bernama Rumah Tangga. Masa-masa menjelang pernikahan merupakan masa kritis bagi calon mempelai. Maka dari itu calon mempelai dilarang kemana-mana, maksudnya adalah agar pengantin aman terpantau dan segar bugar.
·         Islam sangat menganjurkan tradisi “pingit pengantin”  Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab ayat 33.
·         Pingitan sudah menjadi tradisi Jawa asli. Dan sudah ada pada zaman keraton Yogyakarta, tradisi pingit pengantin juga menjadi tradisi turun temurun sejak zaman nenek moyang.
·         Pandangan masyarakat terhadap tradisi “pingit pengantin” tidak wajib dilaksanakan dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin dan untuk persiapan diri bagi calon pengantin menuju hari pernikahannya. Dan selama itu tidak membawa mudharat kepada mereka.
·         Asal mula Desa Maduran berasal dari kata MADU KELALARAN yang berarti madu tercecer atau tumpah ditanah.

      4.2  SARAN
Adapun saran yang bisa penulis berikan :
1.   Kepada semua pembaca bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap bisa meluruskannya.
2.   Untuk supaya bisa membaca kembali literatur-literatur yang berkenaan dengan pembahasan ini sehingga diharapkan akan bisa lebih menyempurnakan kembali pembahasan materi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Khalil Ahmad,2008. Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, Malang : UIN-MALANG PRESS
Handayani S. Christina, dan Novianto Ardhian, 2004. Kuasa Wanita Jawa, Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara
Yaljan Miqdad, 2007. Potret Rumah Tangga Islam, Jakarta : Qisthi Press
Khafaji Abdul Halim, 2008. Belajar Rumah Tangga kepada Nabi, Solo : PT. AQWAM MEDIA PROFETIKA
Mufida, 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang : UIN-MALANG PRESS
Sholikhin Muhammad, 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : NARASI
Sulaiman Rasjid, 1987. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru
http://hijau-lumut.blogspot.com/2009/02/waktu-liburan-kemarin-saya-iseng-buka.html
http://terasimaji.blogspot.com/2010/07/pingit.html
http://infopengantin.blogspot.com/2010/03/rangkaian-upacara-adat-pengantin-jawa.html
http://pernikahanadat.blogspot.com/2010/01/pernikahan-adat-betawi.html





[1] K.H Muhammad Sholikhin, Ritual dan Treadisi Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), hal. 180
[2] Abdul Halim Khafaji, Belajar Berumah Tangga Kepada Nabi (Solo: PT AQWAM MEDIA PROFETIKA, 2008), hal. Xi
[3] K.H Muhammad Sholikhin, Ritual dan Treadisi Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), hal. 179
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru, 1987), hal. 403
[5] Ibid., hal 179
[6] Ibid., 193
[7] K.H Muhammad Sholikhin, Ritual dan Treadisi Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), hal.180

[8]  K.H Muhammad Sholikhin, Ritual dan Treadisi Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), hal. 205


Lebih jelasnya bisa download disini MAKALAH PINGITAN

0 komentar:

Posting Komentar

--------------------------------------
irchams1993group. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Free Web Hosting | Top Hosting